Hingga saat ini, jika seseorang menyebut motor, pasti yang pertama disebut adalah merek Honda. Tapi ada yang lebih mengherankan lagi, di desa-desa, jika orang menyebut motor, mereka menyebutnya dengan nama Honda. Jadi Honda dan motor adalah sama. Namun tahukah Anda bahwa sang pendiri, Soichiro Honda adalah orang yang miskin yang setiap bisnisnya hampir selalu gagal. Tapi mengapa kemudian ia bisa sangat sukses?
Soichiro Honda lahir pada 17 November 1906 di Iwatagun (kini Tenrryu City) yang terpencil di Shizuoka, Jepang. Daerah tersebut terletak di antara Tokyo, Kyoto, dan Nara yang pada waktu itu dipenuhi tanaman teh yang rapi, yang disela-selanya ditanami arbei yang lezat. Namun kini daerah kelahiran Honda sudah ditelan Hamamatsu yaitu kota terbesar di provinsi itu.
Ayahnya Soichiro bernama Gihei Honda, seorang tukang besi yang beralih profesi menjadi pengusaha bengkel sepeda. Sedangkan nama ibunya, Mika, anak sulung dari 9 bersaudara, namun hanya tinggal 4 yang hidup, karena terserang penyakit. Sejak kecil, Honda sudah membantu ayahnya bekerja di bengkel.
Di sekolah Honda tidak menonjol. Namun ia menyukai bidang sains. Karena itu ia lebih cepat memahami dan menjawab pertanyaan gurunya ketimbang pelajaran mengarang.
"Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya di sekitar mesin, motor dan sepeda," tutur Honda.
"Sampai sekarang pun saya lebih efisien belajar dari TV daripada dari membaca. Kalau saya membaca, tidak ada yang menempel di otak," katanya.
Kecintaan Honda pada mesin sudah terlihat pada usia 8 tahun. Honda suka mendengar dengung mesin penggiling padi yang terletak beberapa kilometer dari desanya.la sering terlihat mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya untuk melihat pesawat terbang. Saat Honda kecil, ketika melihat mobil, ia sangat girang sekali.
"Ketika Itu saya lupa segalanya. Saya kejar mobil itu dan berhasil bergayut sebentar di belakangnya. Ketika mobil berhenti, pelumas menetes ke tanah. Saya cium tanah yang dibasahinya. Barangkali kelakuan saya persis seperti anjing. Lalu pelumas Itu saya usapkan ke tangan dan lengan. Mungkin pada saat itulah di dalam hati saya timbul keinginan untuk kelak membuat mobil sendiri. Sejak saat itu kadang-kadang ada mobil datang ke kampung kami. Setiap kali mendengar deru mobil, saya berlari ke jalan, tidak peduli pada saat itu saya sedang menggendong adik." Ujar Honda
Saat usianya 12 tahun, Honda merakit sendiri sepeda pancal dengan model rem kaki. Pada usia 15 tahun, setelah lulus SMP, ia kembali ke kampung halamannya. Ayah Honda berlangganan majalah The World of Wheels yang dibaca Soichiro dengan penuh minat. Di majalah itu, Soichiro membaca lowongan pekerjaan di sebuah bengkel mobil dari Tokyo. Sebetulnya ayah Honda khawatir melepaskan anaknya yang masih kecil, tapi Honda akhirnya diantar juga ke Tokyo. Selama bekerja di bengkel mobil tersebut, Honda digaji rendah, tapi ia tetap menyukai pekerjaannya itu. Di dalam hatinya hanya ada deru mesin.
Honda pergi ke Jepang untuk bekerja di Hart Shokai Company. Di tempat kerjanya, ia dikenal sebagai pekerja keras. Honda adalah tipikal orang yang sangat teliti, ia sangat tanggap terhadap keluhan pelanggan. Tidak ada yang luput dari kerja Honda yang sangat powerful.
Saat usianya 21 tahun, bosnya menawari Honda untuk membuka cabang baru. Honda sangat menikmati setiap proses dalam kerjanya, la sering begadang larut malam dan terkadang sampai waktu pagi hanya karena rasa penasaran.
Saat itu, jari-jari mobil masih menggunakan kayu, Honda dengan cerdik memperhatikan kelemahan jari-jari mobil pada saat itu, ia kemudian membuat jeruji logamnya. Produknya laku keras. Saat itu ia baru berusia 30 tahun, Honda menandatangani patennya yang pertama. Dari keuntungan patennya, Honda membuka bengkel sendiri.
Setelah jeruji-jeruji logam, Honda ingin membuat Ring Pinston. Sayang karyanya ditolak oleh Toyota. Toyota menganggap karya Honda tidak laku jual. Honda terpukul dan jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali, la kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya.
Honda penasaran. Mengapa belum ada solusi atas Pinstonnya. Nah, ia lalu mendaftar kuliah tentang mesin. Setelah pulang kuliah dia langsung pergi ke bengkel. Selang 2 tahun menjadi mahasiswa, Honda dikeluarkan karena jarang masuk. "Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijazah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.
Dengan ketekunan yang sangat hebat, akhirnya desain Ring Pinston-nya diterima. Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Namun malang, waktu itu Jepang butuh uang banyak untuk dana perang. Honda tidak mau menyerah, ia terus berupaya mengumpulkan modal. Setelah modal terkumpul, dan pabrik sudah jadi, ada saja masalah. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali. Namun Honda tidak patah semangat.
Honda meminta karyawannya untuk mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, dengan maksud sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal. Akhirnya, tahun 1947, setelah perang, Jepang kekurangan bensin.
Waktu itu kondisi ekonomi Jepang amburadul. Honda bingung, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda motor" - cikal bakal lahirnya motor Honda - itu diminati oleh para tetangga. Banyak yang memesan, sampai Honda kewalahan memenuhi permintaan. Honda mendapatkan uang, dan mulai mendirikan pabrik motor. Setelah sukses dengan motornya, Honda juga berhasil dalam usahanya di industri mobil. Sampai akhir hayatnya, Honda telah mempatenkan tidak kurang dari 100 paten. Ketika mengundurkan diri penghasilannya mendekati 1,7 miliar dolar
Tips dan Quote
Soichiro Honda lahir pada 17 November 1906 di Iwatagun (kini Tenrryu City) yang terpencil di Shizuoka, Jepang. Daerah tersebut terletak di antara Tokyo, Kyoto, dan Nara yang pada waktu itu dipenuhi tanaman teh yang rapi, yang disela-selanya ditanami arbei yang lezat. Namun kini daerah kelahiran Honda sudah ditelan Hamamatsu yaitu kota terbesar di provinsi itu.
Ayahnya Soichiro bernama Gihei Honda, seorang tukang besi yang beralih profesi menjadi pengusaha bengkel sepeda. Sedangkan nama ibunya, Mika, anak sulung dari 9 bersaudara, namun hanya tinggal 4 yang hidup, karena terserang penyakit. Sejak kecil, Honda sudah membantu ayahnya bekerja di bengkel.
Di sekolah Honda tidak menonjol. Namun ia menyukai bidang sains. Karena itu ia lebih cepat memahami dan menjawab pertanyaan gurunya ketimbang pelajaran mengarang.
"Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya di sekitar mesin, motor dan sepeda," tutur Honda.
"Sampai sekarang pun saya lebih efisien belajar dari TV daripada dari membaca. Kalau saya membaca, tidak ada yang menempel di otak," katanya.
Kecintaan Honda pada mesin sudah terlihat pada usia 8 tahun. Honda suka mendengar dengung mesin penggiling padi yang terletak beberapa kilometer dari desanya.la sering terlihat mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya untuk melihat pesawat terbang. Saat Honda kecil, ketika melihat mobil, ia sangat girang sekali.
"Ketika Itu saya lupa segalanya. Saya kejar mobil itu dan berhasil bergayut sebentar di belakangnya. Ketika mobil berhenti, pelumas menetes ke tanah. Saya cium tanah yang dibasahinya. Barangkali kelakuan saya persis seperti anjing. Lalu pelumas Itu saya usapkan ke tangan dan lengan. Mungkin pada saat itulah di dalam hati saya timbul keinginan untuk kelak membuat mobil sendiri. Sejak saat itu kadang-kadang ada mobil datang ke kampung kami. Setiap kali mendengar deru mobil, saya berlari ke jalan, tidak peduli pada saat itu saya sedang menggendong adik." Ujar Honda
Saat usianya 12 tahun, Honda merakit sendiri sepeda pancal dengan model rem kaki. Pada usia 15 tahun, setelah lulus SMP, ia kembali ke kampung halamannya. Ayah Honda berlangganan majalah The World of Wheels yang dibaca Soichiro dengan penuh minat. Di majalah itu, Soichiro membaca lowongan pekerjaan di sebuah bengkel mobil dari Tokyo. Sebetulnya ayah Honda khawatir melepaskan anaknya yang masih kecil, tapi Honda akhirnya diantar juga ke Tokyo. Selama bekerja di bengkel mobil tersebut, Honda digaji rendah, tapi ia tetap menyukai pekerjaannya itu. Di dalam hatinya hanya ada deru mesin.
Honda pergi ke Jepang untuk bekerja di Hart Shokai Company. Di tempat kerjanya, ia dikenal sebagai pekerja keras. Honda adalah tipikal orang yang sangat teliti, ia sangat tanggap terhadap keluhan pelanggan. Tidak ada yang luput dari kerja Honda yang sangat powerful.
Saat usianya 21 tahun, bosnya menawari Honda untuk membuka cabang baru. Honda sangat menikmati setiap proses dalam kerjanya, la sering begadang larut malam dan terkadang sampai waktu pagi hanya karena rasa penasaran.
Saat itu, jari-jari mobil masih menggunakan kayu, Honda dengan cerdik memperhatikan kelemahan jari-jari mobil pada saat itu, ia kemudian membuat jeruji logamnya. Produknya laku keras. Saat itu ia baru berusia 30 tahun, Honda menandatangani patennya yang pertama. Dari keuntungan patennya, Honda membuka bengkel sendiri.
Setelah jeruji-jeruji logam, Honda ingin membuat Ring Pinston. Sayang karyanya ditolak oleh Toyota. Toyota menganggap karya Honda tidak laku jual. Honda terpukul dan jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali, la kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya.
Honda penasaran. Mengapa belum ada solusi atas Pinstonnya. Nah, ia lalu mendaftar kuliah tentang mesin. Setelah pulang kuliah dia langsung pergi ke bengkel. Selang 2 tahun menjadi mahasiswa, Honda dikeluarkan karena jarang masuk. "Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijazah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.
Dengan ketekunan yang sangat hebat, akhirnya desain Ring Pinston-nya diterima. Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Namun malang, waktu itu Jepang butuh uang banyak untuk dana perang. Honda tidak mau menyerah, ia terus berupaya mengumpulkan modal. Setelah modal terkumpul, dan pabrik sudah jadi, ada saja masalah. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali. Namun Honda tidak patah semangat.
Honda meminta karyawannya untuk mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, dengan maksud sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal. Akhirnya, tahun 1947, setelah perang, Jepang kekurangan bensin.
Waktu itu kondisi ekonomi Jepang amburadul. Honda bingung, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda motor" - cikal bakal lahirnya motor Honda - itu diminati oleh para tetangga. Banyak yang memesan, sampai Honda kewalahan memenuhi permintaan. Honda mendapatkan uang, dan mulai mendirikan pabrik motor. Setelah sukses dengan motornya, Honda juga berhasil dalam usahanya di industri mobil. Sampai akhir hayatnya, Honda telah mempatenkan tidak kurang dari 100 paten. Ketika mengundurkan diri penghasilannya mendekati 1,7 miliar dolar
Tips dan Quote
1. Pantang menyerah
"Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi mereka tidak melihat 99% kegagalan saya. Ketika Anda mengalami kegagalan, mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru."
"Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi mereka tidak melihat 99% kegagalan saya. Ketika Anda mengalami kegagalan, mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru."
2. Melakukan yang terbaik
"Masa depan industri Jepang bukan ditentukan oleh kecepatan, tetapi oleh mutu barang yang kita buat dan pengaruhnya terhadap kepentingan sesama manusia. Kalau kita membuat barang yang menyebabkan banyak polusi kemungkinan kita akan untung, tetapi hanya sebentar, sesudah itu bangkrut. Kami di perusahaan Honda sering bergurau. Enak juga ada perusahaan-perusahaan besar yang kerjanya hanya memikirkan untung besar saja. Akibatnya perusahaan seperti Honda mendapat kesempatan untuk membuat barang yang baik."
"Masa depan industri Jepang bukan ditentukan oleh kecepatan, tetapi oleh mutu barang yang kita buat dan pengaruhnya terhadap kepentingan sesama manusia. Kalau kita membuat barang yang menyebabkan banyak polusi kemungkinan kita akan untung, tetapi hanya sebentar, sesudah itu bangkrut. Kami di perusahaan Honda sering bergurau. Enak juga ada perusahaan-perusahaan besar yang kerjanya hanya memikirkan untung besar saja. Akibatnya perusahaan seperti Honda mendapat kesempatan untuk membuat barang yang baik."