Persahabatan yang terbina semenjak bangku SMP dan kesamaan minat serta bakat membuat Caiiine Darjanto dan Ria Sarwono tak terpisahkan. Ketertarikan mereka terhadap dunia fashion pun membuat jalan mereka senantiasa berpautan.
Carline mengambil jurusan desain fashion di Lasatle College of Fashion, Jakarta. Selain itu, Carline juga sempat "menimba ilmu" selama bekerja di perusahaan garmen. Wanita kelahiran 25 Mei 1987 itu bisa belajar tentang manajemen, ekspor-impor, dan beragam hal penting lainnya terkait industri fashion.
Sementara itu, selepas mengenyam pendidikan di Paramadina University jurusan visual communication design, Ria sempat mengenyam pendidikan seputar fashion di London School of Fashion, Jakarta.
Bekal pengalaman dan pengetahuan itulah yang menyemangati Carline dan Ria untuk mengibarkan brand sendiri. Pada pengujung tahun 2008, mereka mendirikan Cotton Ink di saat geliat berdirinya distro (Distribution Outlet) sedang dalam puncaknya, saat anak-anak muda secara masif mendirikan brand-brand baru, mendobrak tren kiblat fashion yang didominasi industri besar.
T-shirt bergambar Presiden AS, Barack Obama-lah yang membuat nama Cotton Ink mencuat di dunia fashion anak muda Jakarta, yang kemudian mengular ke kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Berawal dari kaos, Cotton Ink kemudian juga memproduksi baju, bawahan, outerwear (jaket, vest, dll), syal, legging, hingga tas yang melirik pasar wanita muda yang outgoing, fresh, tetapi tetap mencerminkan jiwa feminin yang kuat. Cotton Ink bahkan sempat menjadi trendsetter ketika merilis syal tubular tanpa jahitan yang dapat dibentuk sesuai keinginan pemakainya.
Sebagai bentuk keberpihakan terhadap industri lokal, Cotton ink berupaya semaksimal mungkin untuk menggunakan bahan kain katun produksi dalam negeri dengan elemen tambahan berupa kain tradisional dari seluruh nusantara.
Sementara itu, untuk produk yang menggunakan bahan kulit, Cotton Ink hanya menggunakan kulit imitasi. Itu adalah sebuah pilihan yang didasari pilihan Carline dan Ria untuk tetap selaras dengan alam.
Keberhasilan Cotton Ink bisa dikatakan sangat ditunjang oleh keberhasilan mereka mengemas informasi yang tepat kepada segmen yang tepat melalui media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Tumblr, Pinterest, selain kanal resmi mereka www.cottonink.co.id.
Lebih jauh Carline menjelaskan, "Target pasar kami sangat aktif dalam media sosial. Penting sekali turut serta dalam gaya hidup mereka agar kami bisa terus berinteraksi dengan para pelanggan dengan lebih cepat," jelasnya.
Selain berjualan di dunia maya, Cotton Ink juga menyediakan gerai bagi fashionista yang ingin melihat dan memegang langsung produk yang ditawarkan. Untuk itu, Cotton Ink juga 'menitipkan' produknya di beberapa butik terkemuka di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Pasar luar negeri juga mulai dirambah. Saat ini, berbagai produk mereka sudah terkirim ke Singapura, Malaysia, Australia, dan Eropa dengan sistem order langsung.
"Bangun sendiri identitas yang ingin disampaikan kepada khalayak dan berupaya keras untuk terus berkomitmen terhadap pilihan yang telah dibuat. Sebab, jika tidak berkomitmen, bagaimana kita bisa mengharapkan konsumen percaya? Satu lagi, dengarkan konsumen dan pahami apa keinginan mereka."Dalam usianya yang masih muda, Cotton Ink sudah memperoleh berbagai pengakuan. Tahun 2010, mereka meraih Most Favorite Brand di Brightspot Market, The Most Innovative Brand dalam Deo Fashion Award (Jakarta Fashion Week), Best Local Brand dari Free Magazine, serta terpilih sebagai merek lokal favorit In Style Magazine tahun 2012.
"Industri fashion penuh tantangan. Kami harus bisa kreatif dalam segala hal, bukan hanya pada desain. Di sini kami belajar bahwa kami harus selalu fokus pada solusi masalah, bukan pada problemnya," tutur Carline yang dinobatkan oleh majalah Forbes sebagai salah satu wirausaha muda andal masa depan dalam "30 Under 30 Asia" tahun 2016.