Meng Tse, Manusia Bijak Kedua (The Second Sage)

Selamat Datang di Blog Materi IPA. Judul Postingan Kali ini tentang Meng Tse, Manusia Bijak Kedua (The Second Sage). Semoga bermanfaat untuk dibaca.
Filsuf Cina, Meng Tse atau yang di Barat dikenal sebagai Mencius, adalah pengganti Kong Hu Cu. Ajaran-ajarannya, sebagaimana dipaparkan dalam buku berjudul "Book of Mencius" sangat dihargai di Cina selama berabad-abad. Ia sering dijuluki dengan “The Second Sage”, manusia bijak kedua. Kebijakannya menduduki urutan kedua setelah Kong Hu Cu yang berselisih waktu dengannya sekitar 2.000 tahun.



Meng Tse dilahirkan sekitar tahun 371 SM di negeri kecil, Tsou, yang kini berada di Provinsi Shantung. Masa di mana ia dilahirkan, yakni pada babak akhir Dinasti Chou, oleh orang Cina disebut dengan 'masa perang antar negeri', karena waktu itu secara politis Cina terpecah belah. Meskipun berada di belakang tradisi Kong Hu Cu dan senantiasa menjadi pendukung gigih teori-teori serta gagasan Kong Hu Cu, akhirnya Meng Tse dihormati sebagai orang yang cerdik pandai dan filsuf atas daya kreasi serta karya pikirnya sendiri.

Meng Tse menghabiskan banyak masa dewasanya dengan melakukan perjalanan di seputar dalam negeri Cina. Ia memberikan nasihatnya kepada beberapa penguasa. Bahkan, selama beberapa waktu, ia menjadi pejabatl pemerintah Ch'i. Pada tahun 312 SM, saat umurnya sekitar 59 tahun, ia kembali ke kampung halamannya di Tsou dan tinggal menetap di sana sampai meninggal.

Selama masa hidupnya, Meng Tse mengumpulkan para pengikut, tetapi pengaruhnya atas Cina sebagian terpokok pada Book of Mencius. Meskipun buku tersebut bisa jadi sudah mengalami pelbagai perbaikan oleh para pengikutnya, kecil sekali keraguan bahwa pokok-pokoknya mencerminkan ide-ide Meng Tse. Citra Book of Mencius sendiri berwarna idealistis dan optimis yang memantulkan keyakinan teguh Meng Tse bahwa sifat manusia itu pada dasarnya baik. Dalam banyak hal, ide politik Meng Tse serupa dengan Kong Hu Cu. Meng Tse percaya benar bahwa seorang raja harus memerintah pertama-tama lewat contoh moral daripada dengan kekuatan. Akan tetapi, Meng Tse lebih mendekati pada prinsip bahwa 'orang milik umum' daripada Kong Hu Cu. “Langit melihat seperti rakyat melihat, langit mendengar seperti rakyat mendengar” adalah salah satu pernyataannya yang terbaik.

Meng Tse menekankan bahwa komponen paling penting dari setiap negara adalah rakyat, dan bukannya penguasa. Adalah kewajiban bagi penguasa untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Penguasa harus memberikan rakyat penuntun moral dan kondisi yang layak untuk hidup mereka.

Dalam bidang politik pemerintahan, Meng Tse menganjurkan perdagangan bebas, pajak yang ringan, pelestarian sumber alam, pemerataan kekayaan yang sama, serta persediaan pemerintah untuk kesejahteraan orang-orang jompo dan miskin. Ia percaya bahwa kekuasaan seorang raja berasal dari langit, tetapi seorang raja yang mengabaikan kesejahteraan rakyat akan kehilangan “mandat dari langit” dan sepantasnya ditumbangkan. Dengan demikian, jauh sebelum John Locke, pada dasarnya Meng Tse sudah menekankan bahwa rakyat mempunyai hak memberontak dan melawan penguasa yang tidak adil. Ini merupakan ide yang diterima secara luas di Cina.

Jenis politik yang dianjurkan Meng Tse lebih populer di kalangan rakyat ketimbang kalangan penguasa. Karena itu, jangan heran jika usul Meng Tse tidak diterima oleh penguasa-penguasa Cina pada masanya. Terapi, dalam perjalanan sang waktu, pandangan-pandangannya menjadi semakin populer di kalangan sarjana-sarjana Kong Hu Cu dan rakyat Cina. Reputasi Meng Tse bahkan menjadi lebih besar di Cina disertai dengan bangkitnya Neokonfusianisme pada abad ke-11 dan ke-12.

Sepertinya menarik jika sistem pemerintahan yang ada saat ini menganut ajaran politik Meng Tse, di mana pemerintah melibatkan diri dalam hal kesejahteraan orang-orang jompo dan miskin, serta meringankan pajak. Tetapi, seorang politikus Amerika yang mengumumkan bahwa ia mendukung kedua politik tersebut tanpa penjelasan yang lebih spesifik, tampaknya tidak akan memperoleh dukungan kepercayaan, baik oleh pihak liberal maupun konservatif

Meng Tse pun demikian. Ia tidak pernah dicalonkan sebagai anggota parlemen. Hal ini dikarenakan di satu sisi, ia berpihak pada pemerataan kekayaan, dan di sisi lain menunjukkan persetujuannya terhadap perdagangan bebas serta pajak rendah, tanpa sampai pada pemecahan masalah seberapa jauh kemungkinan berjalannya pertentangan di antara kedua politik tersebut. Tetapi, hal seperti ini memang boleh dikemukakan oleh seorang filsuf yang menyuguhkan serentetan usul kebajikan (meskipun sebagian tidak konsisten) secara umum, bahkan jika ia tidak secara khusus menunjukkan bagaimana pertentangan antara kedua prinsip itu dipecahkan. Bagaimanapun, dalam kurun waktu selanjutnya, seorang filsuf seperti Niccolo Machiavelli yang mengutarakan pilihan lebih jelas ketimbang Meng Tse, mempunyai pengaruh lebih besar terhadap pemikiran manusia.

Kendati demikian, tulisan-tulisan Meng Tse telah betul-betul mempengaruhi orang Cina. Meskipun arti pentingnya terhadap Konfusianisme tidaklah mendekati kebesaran Saint Paul terhadap kekristenan, namun tak diragukan lagi jika Meng Tse adalah penulis yang mempunyai pengaruh begitu mendalam. Selama kira-kira 22 abad, ide-idenya dipelajari di seluruh Cina, wilayah yang penduduknya lebih dari 20% jumlah penduduk dunia. Hanya sedikit filsuf yang memiliki pengaruh sebesar ini.