John Locke, Penggagas Konstitusi Demokrasi

Selamat Datang di Blog Materi IPA. Judul Postingan Kali ini tentang John Locke, Penggagas Konstitusi Demokrasi. Semoga bermanfaat untuk dibaca.

John Locke dilahirkan di Wrington, Inggris, pada 28 Agustus 1632. Ia menyelesaikan pendidikannya di Universitas Oxford dan memperoleh gelar sarjana muda pada tahun 1656 serta gelar sarjana penuh pada tahun 1658. Jika ada pertanyaan siapa filsuf pertama yang menghimpun secara terpadu gagasan dasar konstitusi demokratis, maka jawabannya adalah John Locke. Pemikiran-pemikiran John Locke memancarkan pengaruh yang kuat terhadap para dedengkot pendiri Amerika Serikat. Bukan hanya itu, pengaruhnya juga merasuk kuat ke dalam kalbu gerakan pembaharuan Prancis.

Buku pertama yang membuat Locke terkenal adalah 'An Essay Concerning Human Understanding' (Esai tentang Saling Pengertian Manusia) yang terbit pada tahun 1690. Di dalamnya, dipersoalkan asal-usul, hakikat, dan keterbatasan pengetahuan manusia. Ide-ide John Locke pada gilirannya mempengaruhi filsuf-filsuf tersohor, seperti Pendeta George Berkeley, David Hume, dan Immanuel Kant. Kendati esai tersebut adalah hasil karyanya yang paling orisinal dan merupakan salah satu dari filosofi klasik yang terkenal, pengaruhnya tidaklah sebesar tulisan-tulisannya tentang masalah politik.

Dalam buku 'A Letter Concerning Toleration' (Masalah yang Berkaitan dengan Toleransi) yang terbit pada tahun 1689, Locke menekankan bahwa negara jangan ikut campur terlampau banyak dalam hal kebebasan menjalankan ibadah menurut kepercayaan dan agama masing-masing. Locke bukanlah orang Inggris pertama yang mengusulkan adanya toleransi agama dari semua sekte Protestan. Tetapi, argumen kuat yang ia lontarkan, yang berpihak kepada perlunya toleransi merupakan faktor dukungan penduduk terhadap pandangannya.

Lebih dari itu, Locke mengembangkan prinsip toleransinya kepada golongan non-Kristen, "... baik penganut kepercayaan primitif Islam, maupun Yahudi tidak boleh dikurangi hak-hak sipilnya dalam negara semata-mata atas pertimbangan agama”. Tetapi, Locke percaya bahwa toleransi ini tidak berlaku bagi golongan Katolik, karena ia yakin bahwa mereka tergantung pada bantuan kekuatan luar, serta tak ada toleransi bagi kaum atheis.

Dengan ukuran zaman saat ini, Locke boleh dibilang teramat berlapang dada, tetapi sangatlah beralasan untuk memandangnya dari hubungan dengan ide-ide pada zamannya. Fakta mencatat, alasan-alasan yang dikemukakannya demi terciptanya toleransi beragama lebih meyakinkan pembacanya daripada pengecualian-pengecualian yang dibuatnya. Kini, berkat adanya tulisan-tulisan Locke, toleransi beragama sudah meluas, bahkan sampai pada golongan-golongan yang tadinya dikucilkan.

Peran penting Locke lainnya adalah terbitnya buku 'Two Treatises of Government' (Dua Persepakatan dengan Pemerintah) pada tahun 1689 yang berisi penyuguhan ide dasar yang menekankan arti penting konstitusi demokrasi liberal. Buku tersebut berpengaruh terhadap pikiran politik seluruh dunia yang berbahasa Inggris. Locke yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa setiap manusia memiliki hak alamiah, dan ini bukan sekadar menyangkut hal hidup, tetapi juga kebebasan pribadi serta hak atas kepemilikan sesuatu, tugas utama pemerintah adalah melindungi penduduk dan hak milik warga negara. Pandangan ini sering kali disebut “teori jaga malam oleh pemerintah". Dengan menolak anggapan hak suci raja, Locke menekankan bahwa pemerintah baru dapat menjalankan kekuasaannya atas persetujuan yang diperintah. 

“Kemerdekaan pribadi dalam masyarakat berada di bawah kekuasaan legislatif yang disepakati dalam suatu negara.” Dengan tegas, Locke menekankan sesuatu yang disebutnya “kontrak sosial.” Pikiran ini sebagian berasal dari tulisan-tulisan filsuf Inggris terdahulu, Thomas Hobbes. 

Locke berpegang teguh pada perlunya pemisahan kekuasaan. Ia menganggap kekuasaan legislatif harus lebih unggul ketimbang kekuasaan eksekutif dan yudikatif - yang dianggapnya merupakan cabang dari kekuasaan eksekutif. Selaku orang yang percaya terhadap keunggulan kekuasaan legislatif, Locke hampir selalu menentang hak pengadilan yang memutuskan bahwa tindakan legislatif itu tidak konstitusional.