Dormansi adalah suatu
keadaan berhenti tumbuh
yang dialami organisme
hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak
mendukung pertumbuhan normal. Dengan demikian, dormansi merupakan
suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemicu
dormansi dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan, atau
kimiawi.
Dormansi juga dapat didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan dan
metabolisme yang terpendam, dapat disebabkan oleh lingkungan yang
tidak baik atau oleh faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri.
Seringkali jaringan yang dorman gagal tumbuh meskipun berada dalam
kondisi yang ideal.
Banyak biji
tumbuhan budidaya yang menunjukkan perilaku ini. Penanaman benih
secara normal tidak menghasilkan perkecambahan atau hanya sedikit
perkecambahan. Perlakuan tertentu perlu dilakukan untuk mematahkan
dormansi sehingga benih menjadi tanggap terhadap kondisi yang
kondusif bagi pertumbuhan. Bagian tumbuhan yang lainnya yang juga
diketahui berperilaku dorman adalah kuncup
.
Pada beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh
benih menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering
dihadapi oleh petani atau pemakai benih adalah bagaimana cara
mengatasi dormansi tersebut. Dormansi sendiri mempunyai pengertian
adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun
kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Benih
yang mengalami dormansi ditandai oleh :
- Rendahnya/tidak adanya proses imbibisi air
- Proses respirasit tertekan/terhambat
- Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan
- Rendahnya proses metabolisme cadangan makanana
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut.
Dormansi
diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan beberapa
faktor, yaitu :
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
- Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan.
- Imnate dormancy (rest): dormansi yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
Mekanisme
fisik, merupakan
dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji
itu sendiri; terbagi menjadi:
-
mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
-
fisik : penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
-
kimia : bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
Mekanisme
fisiologis, merupakan
dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses
fisiologis; terbagi menjadi:
-
photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh
keberadaan cahaya
-
immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi
embrio yang tidak/belum matang
-
thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
-
Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
- Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp
- Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran
- Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
- Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
- Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
-
Embrio belum masak (immature embryo)
- Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
- Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
- Embrio belum terdiferensiasi
Dormansi
karena immature
embryo ini
dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia.
Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam
penyimpanan kering Dormansi karena kebutuhan akan afterripening
ini
dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan
kulit (Salisbury dan Ross, 1995).
-
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa
terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia
Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman
selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah
pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu
rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah,
dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri
biji yang mempunyai dormansi ini adalah :
- Jika kulit dikupas, embrio tumbuh
- Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
- Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
- Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
- Akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin).
Teknik
Pematahan Dormansi Biji
Biji
yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi
klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan
dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
Skarifikasi
merupakan salah satu upaya pretreatment
atau
perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi,
serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam. Upaya
ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis, mekanis, maupun
kimia, Hartmann (1997) mengklasifikasikan dormansi atas dasar
penyebab dan metode yang dibutuhkan untuk mematahkannya.
Teknik
skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan dengan
tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi
fisik antara lain seperti :
a.
Perlakuan mekanis (skarifikasi)
Perlakuan
mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara
penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan
bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara
yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik.
Setiap
benih ditangani secara manual, maka dapat diberikan perlakuan
individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih
dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah
radikel tidak rusak.\\
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.
b.
Air Panas
Air
panas mematahkan dormansi fisik padaleguminosae melalui tegangan yang
menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling
efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga
lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila
perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga
dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan
kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis.
Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal
toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih.
c.
Perlakuan kimia
Perlakuan
kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan
dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit
biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi.
Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat
membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan
mudah.
Larutan
asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini
menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum
maupun non legume. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang
mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak embrio.
Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu :
- kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi
- larutan asam tidak mengenai embrio.