Ia seorang dokter yang setelah lulus dari Sekolah Dokter Boemi Poetera (STOVIA - School Tot Opleiding Van Inlandshe Aartsen) Jakarta, mengabdikan ilmunya di rumah sakit yang didirikan atas prakarsa dokter Cipto Mangunkusumo. Namanya Ferdinand Lumban Tobing. Dilahirkan di Sibolga, Sumatera Utara, pada tanggal 19 Februari 1899.
Pada masa pendudukan Jepang, Ferdinand Lumban Tobing diangkat menjadi dokter yang mengawasi kesehatan para romusha. Pada saat itulah ia dapat melihat dan merasakan betapa kejamnya pasukan Jepang dalam menangani para romusha dalam pembuatan benteng pertahanan di teluk Sibolga. Hati nuraninya terus terketuk melihat penderitaan dan kesengsaraan yang dialami rakyat Indonesia untuk kepentingan kepemerintahan pendudukan Jepang tersebut.
Jepang yang telah terdesak dalam perangnya melawan Sekutu, mencoba bersikap lebih lunak terhadap rakyat Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang yang melihat Ferdinand Lumban Tobing sebagai sosok penting dan berpengaruh di Tapanuli mengangkatnya menjadi Residen serta Ketua Badan Pertimbangan Karesidenan (Syu Sangi Kai). Namun Ferdinand Lumban Tobing tidak silau dengan berbagai jabatan pemberian Jepang tersebut. la malah memilih menjadi pemimpin perjuangan rakyat Tapanuli untuk melawan tentara pendudukan melalui siasat perang gerilya.
Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, Ferdinand Lumban Tobing pernah memangku jabatan Menteri Penerangan pada Kabinet Ali Sastroamijoyo I (30 Juli 1953 -12Agustus 1955). la juga tercatat pernah menjabat Menteri Urusan Hubungan Antar Daerah dan juga Mentari Negara Urusan Transmigrasi.
Ferdinand Lumban Tobing terus berkarya bagi kemajuan bangsanya hingga akhirnya tutup usia dalam usia 63 tahun pada tanggal 7 Oktober 1962. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman keluarga di desa Kolang, Sibolga, Sumatera Utara. Pemerintah Indonesia mengangkat dokter Ferdinand Lumban Tobing menjadi Pahlawan Kemerdekaan Indonesia berselang sebulan setelah kematiannya, 17 November 1962.