Pangkatnya memang lebih rendah dibandingkan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Namun Panglima Besar Sudirman menganggapnya sebagai saudara tuanya. ‘Saudara tua’ Jenderal Sudirman itu pada pertengahan tahun 1948 menasehati agar Panglima Besar memperhatikan kondisi kesehatannya lebih dulu sebelum menjalankan tugas-tugas negara kembali. Karena nasehatnya, Panglima Besar Jenderal Sudirman menurut hingga kemudian beliau dirawat di rumah sakit Panti Rapih, Yogyakarta. ‘Saudara tua’ Jenderal Sudirman itu adalah Gatot Subroto.
Gatot Subroto adalah sosok militer sejati, la dilahirkan di Purwokerto, Jawa Tengah, pada tanggal 10 Oktober 1907. Sebelum akhirnya memasuki pendidikan militer di Magelang pada tahun 1923, Gatot Subroto telah menyelesaikan ELS (Europese Lagere School) dan juga HIS (Hollands Lands School) Setelah Jepang menduduki Indonesia. Gatot Subroto yang ditunjuk menjadi calon komandan PETA mendapat pendidikan khusus di kota Bogor. Setelah lulus, Gatot Subroto menjadi komandan PETA di daerah Sumpyuh.
PETA kemudian dibubarkan dan BKR (Badan Keamanan Rakyat) dilebur menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang seterusnya menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia). Gatot Subroto terus terlibat aktif di dalamnya. Ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) melancarkan pemberontakannya di Madiun pada tanggal 18 September 1948, Gatot Subroto yang telah ditunjuk menjadi Panglima Divisi II Jawa Tengah dengan pangkat Kolonel diperintahkan Panglima Besar Jenderal Sudirman untuk memadamkan pemberontakan tersebut. Bersama dengan Kolonel Sungkono yang menjabat Panglima Divisi I Jawa Timur, mereka bahu-membahu menumpas pemberontakan PKI hingga dalam waktu singkat kota Madiun dapat direbut kembali (30 September 1948), Muso sebagai pimpinan PKI ditembak mati ketika melarikan diri dan "Amir Syarifuddin, mantan Perdana Menteri, yang terbukti berperan besar dalam pemberontakan tersebut ditangkap serta dijatuhi hukuman mati.
Berselang 2 bulan kemudian Belanda melancarkan agresi keduanya. Kolonel Gatot Subroto turut bergerilya bersama-sama dengan Panglima Besar Jenderal Sudirman untuk menunjukkan kepada dunia bahwa tentara Indonesia masih solid sekalipun para pemimpin nasional telah ditangkap dan diasingkan.
Karier militer Gatot Subroto terus menanjak setelah pengakuan kedaulatan Indonesia. Ia kemudian diangkat menjadi Panglima Tentara & Teritorium (T&T) IV Diponegoro. Namun ketika tahun 1953, Gatot Subroto mengundurkan diri dari dinas militer. Tiga tahun kemudian ia dipanggil kembali dan diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat mendampingi Jenderal Abdul Haris Nasution.
Jenderal Gatot Subroto yang berperan besar dalam pembentukan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) itu wafat di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1962. Jenazahnya dimakamkan di desa Mulyoharjo, Ungaran dan Pemerintah Indonesia mengangkatnya sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan sekitar seminggu kemudian setelah kematiannya.