Brigadir Jenderal Donald Isaacus Panjaitan dengan berseragam militer lengkap tengah berdoa di halaman rumahnya setelah pasukan Cakrabirawa yang berniat menculiknya berhasil 'mengajaknya' untuk menghadap Presiden Sukarno. Sikap religius Brigadir Jenderal Donald Isaacus Panjaitan sangat menjengkelkan para penculiknya. Tak mau lagi berlama-lama, berondongan peluru pun lantas diarahkan ke tubuhnya. Seketika itu tubuh Donald Isaacus Panjaitan rebah ke atas tanah dan ia menghembuskan napas terakhirnya. Gugur sebagai kesuma bangsa.
Tanggal 9 Juni 1925 Donald Isaacus Panjaitan dilahirkan di Balige, Tapanuli, Sumatera Utara. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas, ia memasuki pendidikan militer Gyugun pada masa kependudukan Jepang. Selesai dengan pendidikan militernya, Donald Isaacus Panjaitan ditempatkan di Riau. Ketika Indonesia merdeka, Donald Isaacus Panjaitan bersama dengan para pejuang lainnya membentuk TKR. Donald ditunjuk menjadi Komandan Batalyon.
Karier militer Donald Isaacus Panjaitan terus merangkak naik hingga ia ditunjuk menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng yang berkedudukan di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Donald Isaacus Panjaitan kemudian diangkat sebagai Kepala Staf Umum IV Komandemen Tentara Sumatera.
Belanda kembali hendak menjajah Indonesia dengan melakukan agresinya. Yogyakarta sebagai Ibukota berhasil mereka duduki dan para pemimpin Indonesia mereka tangkap. Sebelum diasingkan, Presiden Sukarno telah memberikan mandat kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara yang berada di Bukit Tinggi untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Ketika peristiwa tersebut Donald Isaacus Panjaitan mendapat tugas sebagai pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia.
Donald Isaacus Panjaitan tercatat pernah menduduki jabatan Kepala Staf Operasi Tentara & Territorium (T&T) I Bukit Barisan yang berkedudukan di Medan, la kemudian ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Tentara & Territorium (T&T) II Sriwijaya. Keberhasilannya menjalankan tugas-tugas itu membuatnya dipercaya menjadi Atase Militer Republik Indonesia di Bonn, Jerman Barat.
Jabatan terakhir yang diembannya adalah Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat dengan pangkat Brigadir Jenderal. Ketika itu Donald Isaacus Panjaitan berhasil membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk Partai Komunis Indonesia (PKI). Terbongkarnya rahasia itu membuat PKI menganggap Donald Isaacus Panjaitan sebagai sosok yang harus disingkirkan. Jalan untuk menyingkirkan Donald Isaacus Panjaitan terbuka setelah PKI menuduhnya menjadi anggota ‘Dewan Jenderal' yang hendak mengadakan kudeta atas Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan alasan yang dibuat-buat itulah beberapa tentara dari pasukan Cakrabirawa (pasukan pengawal Presiden) pimpinan Letnan Kolonel Untung Sutopo, mendatangi rumahnya pada malam menjelang pagi tanggal 30 September 1965 untuk menculiknya. Dan Brigadir Jenderal Donald Isaacus Panjaitan ditembak di depan rumahnya ketika ia tengah berdoa.
Jasad lelaki gagah Tapanuli itu dimasukkan ke dalam sumur tua di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, bersama jasad-jasad korban penculikan lainnya. Berkat pencarian TNI yang intensif, sumur tua itu akhirnya ditemukan. Jasad-jasad para Pahlawan Revolusi diangkat untuk kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, dengan upacara kebesaran militer pada tanggal 5 Oktober 1965.
Pemerintah Indonesia menganugerahi Donald Isaacus Panjaitan kenaikan pangkat satu tingkat, menjadi Mayor Jenderal Anumerta, dan mengangkatnya sebagai Pahlawan Revolusi usai pemakamannya.