Salah satu filsuf yang dianggap sangat berjasa dalam meletakkan sendi-sendi pemikiran rasionalitas Barat adalah Aristoteles. Ia adalah salah satu murid Plato. Meskipun dalam hal pemikiran keduanya mempunyai pandangan yang berbeda, tetapi Aristoteles dianggap sebagai pewaris dari pemikiran gurunya dan dianggap sebagai tokoh penggerak zaman.
Aristoteles memelopori penyelidikan ihwal logika, memperkaya hampir setiap cabang falsafah, dan memberi sumbangsih tak terkira besarnya terhadap ilmu pengetahuan. Yang paling penting dari apa yang pernah dilakukan Aristoteles adalah pendekatan rasional yang senantiasa melandasi karyanya. Tercermin dalam tulisan-tulisan Aristoteles bahwa setiap segi kehidupan manusia atau masyarakat selalu terbuka untuk objek pemikiran dan analisis.
Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat sungguh mendalam. Pada abad pertengahan, hasil karyanya diterjemahkan ke dalam berbagai Latin, Arab, Italia, Prancis, Ibrani, Jerman, dan Inggris. Penulis-penulis Yunani yang muncul kemudian beserta para filsuf Byzantium mempelajari karyanya dan menaruh kekaguman terhadapnya.
Aristoteles dilahirkan di kota Stagira, Macedonia tahun 384 SM. Ayahnya adalah seorang ahli fisika kenamaan. Pada umur tujuh belas tahun, ia pergi ke Athena dan belajar di Akademi Plato. Ia menetap di sana selama dua puluh tahun hingga tak lama Plato meninggal dunia. Dari ayahnya, ia memperoleh dorongan minat dalam bidang biologi dan pengetahuan praktis. Di bawah asuhan Plato, ia menanamkan minat dalam hal spekulasi filosofis.
Pada tahun 342 SM, Aristoteles kembali ke Macedonia dan menjadi guru dari seorang anak raja berumur tiga belas tahun yang kemudian dalam sejarah terkenal dengan nama Alexander Yang Agung. Aristoteles mendidik Alexander muda selama beberapa tahun. Pada tahun 335 SM, setelah Alexander naik tahta kerajaan, Aristoteles kembali ke Athena dan membuka akademi bernama Lyceum. Ia berada di Athena selama dua belas tahun, satu masa yang berbarengan dengan karier penaklukan militer Alexander. Meski Alexander tidak meminta nasihat kepada Aristoteles, tetapi ia berbaik hati menyediakan dana untuk bekas gurunya itu guna melakukan penyelidikan-penyelidikan.
Hasil karya Aristoteles jumlahnya sungguh mencengangkan. Daftar kuno mencatat terdapat tidak kurang dari 170 buku hasil ciptaannya. Bahkan, 47 karyanya masih tetap bertahan sampai sekarang. Akan tetapi, bukan sekadar banyaknya buku Aristoteles saja yang mengagumkan. Luas daya jangkauan peradaban yang menjadi bahan renungannya pun tak kalah mengagumkan. Kerja ilmiahnya betul-betul merupakan ensiklopedia ilmu untuk zamannya.
Filsafat Aristoteles berkembang ketika ia memimpin Lyceum. Ia berhasil membuat sejumlah karya, termasuk enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting. Ia adalah seorang filsuf orisinal, merupakan penyumbang utama dalam setiap bidang penting falsafah spekulatif. Ia banyak menulis tentang etika dan metafisika, psikologi, ekonomi, teologi, politik, retorika, keindahan, pendidikan, puisi, adat-istiadat orang terbelakang, serta konstitusi Athena. Salah satu proyek penyelidikan adalah koleksi pelbagai negeri yang digunakannya untuk studi banding.
Mungkin sekali, yang paling penting dari sekian banyak hasil karyanya adalah penyelidikan tentang teori logika, dan ia dipandang sebagai pendiri cabang filosofi yang penting ini. Hal ini sebetulnya berkat sifat logis dari cara berpikirnya yang memungkinkan dirinya mampu mempersembahkan begitu banyak bidang ilmu.
Ia mempunyai bakat mengatur cara berpikir serta merumuskan kaidah dan jenis-jenisnya yang kemudian menjadi dasar berpikir dalam banyak bidag ilmu pengetahuan. Ia tak pernah terjeblos dalam rawa-rawa mistik ataupun ekstrem. Ia senantiasa bersiteguh mengutarakan pendapat-pendapat praktis. Tentu saja, sebagai manusia biasa, ia juga pernah berbuat kesalahan. Tetapi, sungguh menakjubkan, betapa sedikit kesalahan yang ia buat dalam ensiklopedia yang begitu luas.
Buah pikiran Aristoteles banyak membawa pengaruh terhadap para filsuf Islam dan karya-karyanya mendominasi cara berpikir orang Barat selama berabad-abad. Ibnu Rusyd (Averroes), filsuf Arab yang paling terkemuka, mencoba merumuskan suatu perpaduan antara teologi Islam dan rasionalisme Aristoteles. Sementara itu, Maimomides, pemikir paling terkemuka Yahudi abad pertengahan, berhasil mencapai sintesis dengan Yudaisme. Tetapi, hasil paling gemilang dari kinerja yang serupa dengan itu adalah Summa Theologia yang dikemukakan oleh cendekiawan Nasrani, Thomas Aquinas. Selain tokoh- tokoh tersebut, masih sangat banyak kaum cerdik pandai abad pertengahan yang terpengaruh sedemikian dalamnya oleh pemikiran Aristoteles.
Dalam pemikirannya, Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk mendapatkan kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru, yaitu metode rasional-deduktif dan metode empiris-induktif. Dalam metode rasional-deduktif, dari dua premis pernyataan yang benar, dibuat konklusi berupa pernyataan ketiga yang mengandung unsur-unsur dalam kedua premis tersebut. Inilah yang disebut dengan silogisme, yang merupakan fondasi penting dalam logika (cabang filsafat yang secara khusus menguji) dan keabsahan cara berpikir. Logika dibentuk dari kata, yakni sesuatu yang diutarakan. Dengan demikian, logika berarti pertimbangan pikiran atau akal yang dinyatakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Adapun dalam metode empiris-induktif, pengamatan-pengamatan indrawi yang sifatnya partikular digunakan sebagai basis untuk berabstraksi menyusun pernyataan yang berlaku universal. Metode ini mengandalkan pengamatan indrawi sebagai basis untuk mencapai pengetahuan yang sempurna.
Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning.) - yang sampai saat ini, bahkan masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya, ia juga menyadari pentingnya observasi, eksperimen, dan berpikir induktif (inductive thinking). Sementara, dalam bidang politik, ia percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki.
Karena begitu luasnya lingkup karya yang lelah dilahirkan Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi berbagai bidang, seperti fisika, astronomi, biologi, psikologi, metafisika (misalnya studi tentang prinsip-prinsip awal dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, teori retorika, dari puisi. Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak hanya dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, tetapi juga sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan.