Omer Goldman, namanya. Sebelumnya, ia pernah dipenjara selama 21 hari pada 2008 karena menolak menjalani wajib militer, seperti yang diwajibkan kepada semua warga Israel yang memenuhi syarat. Tak tanggung-tanggung, ulahnya yang nyelneh ini dilakukan ketika ayahnya, Meir Dagan, masih menjabat sebagai Kepala Mossad. Dagan telah pensiun dari Mossad pada 2007. Sejak itulah perempuan yang lebih pantas menjadi model ini menjadi perbincangan dunia.
Omer Goldman, yang usianya masih sekitar 20 tahun memang bukan seorang model, la adalah salah satu pelajar kelas tiga SM A yang menolak ikut wajib militer. Bersama 40 rekannya dari organisasi Anarki Anti Tembok Pemisah, ia pernah membagikan selebaran menentang penjajahan Israel terhadap Tepi Barat dan Jalur Gaza di gerbang sekolah. Sikap menentang dari Omer terhadap pemerintahan ini muncul pertama kati ketika ia menyadari realitas sesungguhnya dari pendudukan orang-orang Israel terhadap desa-desa Palestina. Hidupnya berubah ketika tentara Zionis menembakkan gas air mata dan peluru karet saat ia berdiri dengan seorang perempuan Palestina.
Garis keturunan Omer berasal dari golongan Yahudi terkemuka dan menolak negara Zionis. Sosok yang paling terkenal dari kelompok ini adalah Albert Einstein, la menolak menjadi presiden pertama dari negara Israel karena Zionis dianggapnya bertentangan dengan Yudaisme. Menurut ilmuwan besar dalam sejarah dunia tersebut, negara Israel justru akan menjadi-ancaman bagi orang Yahudi.
Ketika Omer telah memilih sikap menentang pemerintah, ia turun ke jalan dengan membagikan selebaran kepada warga Israel lainnya. Selebaran itu berisi ajakan untuk mengkritik dan menentang pemerintah Israel terutama kepada militernya. Jalan yang dipilih Omer tentu sangat berbeda dengan kebanyakan anak pejabat lainnya di negara Israel. Anak-anak pejabat di sana tidak pernah muncul dalam demonstrasi atau protes terhadap pemerintahan. Kebanyakan mereka justru muncul dalam beragam media massa, seperti Layalina, Enigma, Insight, dan majalah lounge Lifestyle.
Putri Dagan tersebut aktif dalam upaya protes dan demonstrasi terhadap Israel agar segera membuka perbatasan di Rafah. la juga bersedia membantu orang-orang Mesir dengan cara menentang ayah dan kawan-kawannya yang telah dianggap sebagai diktator dan koruptor.
Pada tahun 2008, Omer bersama 40 teman sekolahnya mengirim surat protes kepada Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, yang bakal mundur secara resmi setelah Pemilu 10 Februari tahun berikutnya. Surat protes pertama dikirimkan oleh pelajar terjadi pada 1970 kepada Perdana Menteri. Sikapnya bukan hal baru dan asing di negara Zionis itu. Sudah banyak generasi muda Israel menolak aturan tersebut. Mereka berpandangan wajib militer hanya menambah kebencian dan serangan teror oleh warga Palestina. Militer Israel mencatat, tahun 2008 saja, sekitar 58% usia wajib militer membangkang dan tidak mendaftar.
Sebagai negara yang hidup di pusaran konflik selama 60 tahun, Israel menerapkan wajib militer. Mereka mengharuskan lelaki dan perempuan berusia minimal 18 tahun ikut aturan itu. Bagi pria, wajib militer berlangsung selama tiga tahun, sedangkan perempuan dua tahun. Namun, keputusan Omer itu sungguh mengejutkan dan menarik perhatian publik. Maklum saja, ia adalah putri mantan Wakil Direktur Mossad (Dinas rahasia luar negeri Israel). Ayahnya dikenal dengan nama N, spesialis Iran, la berhenti pada Juni 2007 karena bertengkar dengan atasannya, Meir Dagan. Keluarganya hidup berkecukupan di kawasan elite Ramat Hasharon, Tel Aviv.
Omer hidup dengan kawalan ketat aparat intelijen dan militer, pihak yang kini ia benci. Tapi, ia sadar, risiko akan dihadapinya. Penjara paling lama sembilan bulan dan diasingkan oleh masyarakat yang membencinya karena dianggap tidak cinta tanah air. Karena itu, beberapa bulan sebelum memutuskan menolak, setiap pekan, Omer pergi ke ahli jiwa untuk mempersiapkan hidup di tahanan militer. Hari itu pun datang pada 23 September 2007. Ia menolak. Pengadilan militer lantas memenjarakannya selama tiga pekan. Selepas itu, pengadilan digelar kembali. Semua berlangsung hingga salah satu pihak menyerah. Namun, Omer bersikap tegas, meskipun ayahnya tidak mendukung.
"la dan saya mempunyai karakter sangat mirip. Saya juga akan berjuang sampai akhir atas sesuatu yang saya yakini," kata Omer.
Omer tidak sendirian. Bulan sebelumnya, pengadilan militer menghukum Sahar Vardi karena menolak mengikuti wajib militer. Perempuan 18 tahun ini adalah anggota Shminitism, gerakan pelajar kelas tiga SMA menolak kekejaman militer Israel terhadap rakyat Palestina. "Penjajahan itu kejam, dan saya tidak akan lmembiarkan diri saya menjadi bagian dari kekejaman terhadap orang lain," Sahar menegaskan.
Rakyat Israel boleh saja memandang mereka sebagai pembelot. Yang pasti, para penolak wajib militer itu tidak mengkhianati prinsip kemanusiaan dan kemerdekaan.