Syaikh Nawawi al-Bantani merupakan salah satu ulama besar asal Indonesia pada abad ke-19. Bahkan menurut Snouck Hurgronje, yang pernah mengunjungi Mekah selama enam bulan (1884-1885), tidak ada ulama yang lebih terkenal di akhir abad ke-19 yang kitab-kitabnya digunakan di berbagai negara selain Syaikh Nawawi al-Bantani.
Syaikh Nawawi lahir di Banten pada tahun 1814 M. Beliau adalah anak sulung dari Umar bin Arabi, yang pernah menjabat sebagai Penghulu di kecamatan Tanara, Banten. Ayahnya mengajarkan pengetahuan agama kepada anak-anaknya, Nawawi, Tamim, dan Ahmad. Selanjutnya Nawawi beserta kedua saudaranya mendapat pengajaran dari Haji Sahal, ulama terkenal Banten pada masa itu, kemudian berguru kepada Haji Yusuf yang memiliki banyak murid dari seluruh Jawa.
Tiga bersaudara ini kemudian berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan menetap disana selama tiga tahun. Ketika pulang ke tanah air, beliau kembali lagi ke Mekah untuk kembali mendalami ilmu agama. Di Mekah ia belajar pada ulama-ulama besar seperti Khatib Sambas. Abdul Ghani Bima,Yusuf Sumulaweni, Nahrawi, serta Abdul Hamid Daghastani.
Karena kedalaman ilmunya Syaikh Nawawi kemudian mengajar di masjidil Haram. Konon setiap kali mengajar di Masjidil Haram ia sentiasa dikelilingi oleh pelajar yang tidak kurang daripada dua ratus orang. Iapun pernah diundang ke Universitas al-Azhar, Mesir untuk memberikan ceramah atau fatwa dalam masalah tertentu.
Selain mengajar ia juga rajin menyusun kitab. Selama hidupnya sampai wafat pada 25 Syawwal 1314 H (1897 M) sudah puluhan kitab yang sudah dia hasilkan, meliputi berbagai bidang ilmu Islam seperti Fiqh, Tafsir, Hadits, Tarikh, Akhlak, juga Bahasa. Karyanya tersebar di dunia Arab dan nusantara yang membuat namanya makin dikenal. Diantara karyanya adalah Kitab Tafsir al-Munir, Syarah al-Jurumiyah, Uqud al-Lujjain, Sullam al-Munajah, dan lain-lain.