Raden Dewi Sartika

Selamat Datang di Blog Materi IPA. Judul Postingan Kali ini tentang Raden Dewi Sartika. Semoga bermanfaat untuk dibaca.
Raden Dewi Sartika adalah salah satu pahlawan wanita dalam bidang pendidikan. Namanya memang tidak sebesar RA Kartini dan tanggal kelahirannya tidak diperingati sebagaimana hari kelahiran Kartini. Tetapi peranannya dalam memajukan pendidikan kaum wanita pribumi tidak kecil. Karena itu pada tahun 1966 pemerintah mengangkat Dewi Sartika sebagai pahlawan nasional.

Dewi Sartika lahir di Bandung pada 4 Desember 1884. Beliau adalah putri kedua dari lima bersaudara dari kalangan bangsawan Sunda. Ayahnya bernama Raden Rangga Somanagara, Patih Bandung. Sedangkan Ibunya adalah Raden Ayu Rajapermas, putri Bupati Bandung Raden Adipati Wiranatakusumah IV (1846-1876).

Saat Dewi Sartika berusia sembilan tahun dan bersekolah di kelas III ELS (Europesche Lagere School), ayahnya dituduh terlibat dalam percobaan pembunuhan terhadap Bupati Bandung R.A.A. Martanagara dan para pejabat Belanda di Kota Bandung pada 1893. Tuduhan itu membuat ayahnya dibuang ke Ternate, disamping itu teman dan kerabatnya menjauhi keluarganya karena takut dituduh terlibat dalam peristiwa itu. Dewi pun berhenti sekolah dan dibawa pindah oleh uwaknya yang menjabat sebagai Patih Cicalengka. Di sana ia mendapat pendidikan keterampilan wanita bersama anak-anak lainnya. 

Sejak kecil Dewi sudah menunjukkan bakat sebagai pendidik. Di waktu senggangnya, ia sering bermain "sekolah-sekolahan" dengan anak-anak pegawai kepatihan sementara ia sendiri menjadi gurunya. Ia mengajar baca-tulis dan bahasa Belanda dengan menggunakan papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting yang dijadikannya alat bantu belajar. Dan ia pun kemudian bercita-cita mendirikan sekolah untuk memajukan  anak-anak gadis, baik anak menak maupun anak somah.

Keinginannya mendirikan  sekolah diwijudkannya ketika ia sudah kembali ke Bandung. Atas bantuan Bupati Bandung R.A.A. Martanagara dan didukung C. den Hamer, inspektur sekolah, ia membuka Sakola Isteri pada 16 Januari 1904. Pada 1910 kemudian diganti menjadi Sakola Kautamaan Isteri sedangkan pada 1914 diganti menjadi Sakola Raden Dewi. Di sekolah khusus wanita ini, murid-muridnya mendapat pelajaran keterampilan wanita selain pelajaran umum. Disini juga diajarkan pelajaran agama Islam, yang tidak diajarkan di sekolah-sekolah bergaya Barat.

Sekolah ini makin berkembang dengan jumlah murid yang semakin banyak. Dibuka pula cabang-cabangnya di berbagai kota di Jawa Barat seperti Bogor, Serang, Ciamis, bahkan di Sumatra Barat. Maka pemerintah Hindia Belanda memberi tanda penghargaan bintang mas (gouden ster) sebagai penghargaan atas jasa-jasanya.

Raden Dewi Sartika menikah pada 1906 dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, seorang guru di Sekolah Karang Pamulang Bandung dalam usia 22 tahun. Pada zaman itu, perempuan lain di usia tersebut biasanya sudah memiliki beberapa anak.

Pada masa pendudukan Jepang, Raden Dewi dicurigai sebagai NICA hingga ia harus menyingkir ke Garut dan akhirnya ke Cineam. Di Cineam, Tasikmalaya, Dewi Sartika wafat pada 11 September 1947 dengan meninggalkan enam orang anak.