Christina Martha Tiahahu : Pejuang Wanita Maluku

Selamat Datang di Blog Materi IPA. Judul Postingan Kali ini tentang Christina Martha Tiahahu : Pejuang Wanita Maluku. Semoga bermanfaat untuk dibaca.
Maluku adalah daerah yang indah dan subur tanahnya. Rempah-rempah yang dihasilkan dari daerah ini mempunyai kualitas terbaik. Amat mahal harganya di pasar Eropa. Belanda yang mengetahui hal itu segera mengirimkan armadanya ke Maluku. Tidak hanya untuk berdagang, Belanda - karena kerakusan dan keserakahannya - berusaha menjadikan Maluku menjadi wilayah jajahannya. Melalui kekuatan bersenjatanya Belanda berusaha menguasai Maluku. Namun tidak mudah ternyata bagi Belanda bisa sekehendak hati menancapkan kuku penjajahannya di sana karena rakyat Maluku dengan amat sengit melawannya. Tidak hanya kaum lelaki Maluku yang berusaha keras mengusir Belanda dari tanah kelahirannya, melainkan kaum wanita Maluku juga. Salah seorang pejuang wanita Maluku yang hebat adalah Christina Martha Tiahahu.


Christina Martha Tiahahu dilahirkan di Nusa Laut, kepulauan Maluku, 4 Januari 1800. Ia gadis yang pemberani dan teguh kukuh dalam keyakinan perjuangannya. Ia anak sulung Kapitan Paulus Tiahahu. Darah pejuang ayahnya menurun deras pada dirinya hingga dalam usianya yang ke-17, Christina Martha Tiahahu telah mengangkat senjata melawan pasukan kompeni Belanda.

Dengan berbagai cara kompeni Belanda ingini merebut dan menguasai benteng Beverwijk. Mereka memperalat dua Raja Maluku untuk datang ke benteng Beverwijk seraya membawa surat dari Laksamana Muda Buyskes. Isi surat itu adalah ‘permintaan’ agar para pejuang yang berada di benteng Beverwijk menyerah kepada Belanda. Para pejuang Maluku tentu menolak tegas permintaan Laksamana Muda Buys­kes. Sebagai gantinya, rakyat Maluku bersikeras untuk makin menguatkan barisan guna melawan kompeni Belanda.

Kompeni Belanda menggunakan siasat baru. Mereka memperalat Sosalisa dengan menyebutkan bahwa Raja Maluku telah mengadakan perdamaian dengan Belanda. Para pejuang Maluku yang sangat menghormati rajanya terpedaya oleh strategi culas Belanda. Mereka mengira raja mereka sungguh-sungguh telah berdamai dengan Belanda. Amat terkejut mereka mendapati kenyataannya setelah kompeni Belanda berhasil memasuki benteng Beverwijk pada tanggal 10 November 1817.


Kompeni Be­landa menangkap para pejuang Maluku yang berdiam di ben­teng Beverwijk. Me­reka juga menggelar persidangan untuk menghukum para pejuang Maluku. Sa­lah seorang pejuang Maluku yang disi­dang dan divonis hu­kuman mati adalah Kapitan Paulus Tiahahu. Pejuang Maluku yang gagah berani itu meng­hembuskan napas terakhirnya di Nusa Laut 17 No­vember 1817 setelah menjalani eksekusi hukuman tembak di hadapan sekalian rakyat Nusa Laut.

Christina Martha Tiahahu tidak terima dengan perlakuan semena-mena kompeni Belanda, ia segera masuk hutan dan bermaksud menggalang kekuatan guna melanjutkan perjuangan ayahnya. Namun belum juga ia mulai bergerak, kompeni Belanda telah berhasil menangkapnya.

Christina Martha Tiahahu bersama 39 pejuang Maluku lainnya diasingkan ke Jawa. Sebagai bentuk protesnya, ia mogok makan dan bungkam seribu bahasa di dalam kapal yang tengah membawanya menuju pulau Jawa. Akibat mogok makan yang dila­kukannya membuat tubuhnya menjadi lemah dan sakit. Tanggal 1 Januari 1818, Christina Martha Tiahahu menghembuskan napas terakhirnya. Jenazahnya dibuang ke laut, di antara Pulau Buai dan Pulau Tiga.


Pemerintah Indonesia mengangkat Christina Martha Tiahahu menjadi Pahlawam Kemerdekaan In­donesia pada tahun 1969.