Pada tahun 1997, Persebaya Surabaya mendapat sebutan sebagai the dream team dan meraih prestasi tertinggi di level sepakbola nasional dengan menjuarai Liga Indonesia. Permainan cantik yang diperagakan Persebaya saat itu tidak lepas dari racikan pelatih Persebaya saat itu, almarhum Rusdy Bahalwan. Pelatih yang dikenal sebagai pionir strategi CFB (Coming From Behind), yaitu bermain memanfaatkan lebar lapangan dengan mengefektifkan serangan dari sayap. Dan mengejutkan dan membingungkan lawan dengan gerakan pemain gelandang bahkan bek yang tiba-tiba merangsek masuk ke jantung pertahanan lawan..
Rusdy Bahalwan lahir di Surabaya pada 7 Juni 1947. Rusdy menyelesaikan sekolahnya di Surabaya dan sempat belajar dua tahun di Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. Sejak kecil ia sudah menyukai sepakbola. Stadion Tambaksari menjadi tempatnya bermain waktu kecil, yang membuat ia menyenangi sepakbola.
Rusdy mengawali karir sepakbolanya di klub Assyabaab pada 1963 saat ia berusia 16 tahun dengan posisi sebagai bek kanan. Ia kemudian memperkuat Persebaya pada 1970-1979. Pada 1976, klub yang dibelanya berhasil meraih gelar sebagai juara kompetisi perserikatan.
Pada 1972 ia masuk tim nasional PSSI B. Setahun kemudian ia dipanggil untuk memperkuat timnas senior yang dilatih oleh Djamiat Dalhar untuk persiapan terjun ke turnamen Merdeka Cup di Kuala Lumpur dan Anniversary Cup.
Sedangkan karirnya sebagai pelatih cukup cemerlang. Selain berhasil membawa Persebaya menjuarai Liga Indonesia, ia pernah membawa Indonesia ke perempat final Piala Tiger 1998, juara PON 1996, Runner Up PON 1989, juara Divisi I Galatama tahun 1989 bersama Assyabaab. Terakhir kali ia tercatat sebagai pelatih Persewangi Banyuwangi pada 2000.
Bagi Rusdy kolektivitas menjadi paradigma tim besutannya. Dengan demikian mobilitas pemain harus tinggi seperti pada total football yang diarsiteki Rinus Michel di timnas Belanda pada tahun 1970-an. Bola harus mengalir, maka pemain tidak boleh terlalu lama memegang bola dan terlalu banyak menggiring bola sendirian. Karena itu ia selalu menekankan bahwa kemenangan dan kekalahan adalah hasil suatu tim.
Rusdy merupakan sosok yang religius dan menjadi teladan bagi pemain yang pernah diasuhnya. Ia dipercaya menjadi pengurus masjid di lingkungan tempat tinggalnya dan sesekali menjadi khatib shalat Jumat. Oleh masyarakat dia akrab dipanggil “pak ustadz”.
Rusdy menghembuskan nafas terakhir pada 7 Agustus 2011. Sebelumnya ia menderita sakit yang lumayan parah sejak sekitar 2004. Setelah diserang stroke, ia juga mengidap penyakit komplikasi dan degeneratif yang membuat aktivitasnya jadi sangat terbatas.