Dari Abdurrahman bin Auf mengisahkan, bahwa Rasulullah SAW., pernah bersabda; “Abu Bakar di surga, Umar di Surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Az Zubair (Zubair bin Abi Waqqash) di surga, Sa'id bin Zaid di surga, Abdurrahman bin Auf di surga dan Abu Ubaidah bin Jarrah di Surga." (HR. Tirmidzi)
Abdurrahman bin Auf adalah salah seorang sahabat yang disebutkan Rasulullah termasuk dalam 10 orang yang dijamin menjadi penghuni surga. Seorang yang ditakdirkan dengan kekayaan yang melimpah tapi tidak menjadi sombong apalagi cinta dunia.
Abdurrahman bin Auf mengenal Islam melalui dakwah Abu Bakar. Tidak ada keraguan sedikit pun di hatinya mendengar penjelasan Abu Bakar. Demikian juga saat bertemu Rasulullah, hatinya mantap untuk berjanji setia dalam keimanan.
Sejak itu, siksaan dan gangguan pun dialaminya. Dia mengikuti hijrah ke Habasyah yang pertama kali lalu kembali ke Mekkah. Ketika perintah hijrah ke Habasyah datang lagi, dia pun ikut dalam rombongan meninggalkan Mekkah. Saat Rasulullah sudah di Madinah, Abdurrahman pun meninggalkan harta bendanya dan menyusul Rasulullah.
Disinilah dia dipersaudarakan oleh Rasulullah dengan seorang sahabat dari kalangan Anshar. Namanya, Sa'ad bin Rabi’. Abdurrahman ditawari harta, rumah, kebun serta keluarga oleh Sa’ad. Tapi Abdurrahman hanya tersenyum dan minta ditunjukkan arah pasar
Di pasar itu dia melakukan jual beli, la diberkahi keuntungan yang besar. Abdurrahman pun memulai bisnis yang sempat dia tinggalkan saat hijrah. Itu dilakukan saat tidak ada panggilan perjuangan di jalan Allah. Hasilnya, bisnisnya sukses bahkan pernah kafilah dagangnya berisi 700 ekor unta yang memuat keuntungan.
Sama seperti sahabat yang lain, Abdurrahman bukanlah tipe orang yang terbuai oleh kekayaan, justru dia sangat berhati-hati karena takut masuk surga dengan merangkak. Dia tidak ingin harta yang dimilikinya membebani langkahnya mendapat kebahagiaan sejati. Itulah yang membuatnya tak pernah ragu sedikit pun mensedekahkan hartanya di jalan Allah Swt.
“Wahai putra Auf, kamu ini orang kaya raya. Kamu akan masuk surga dengan merangkak. Karena itu, pinjamkan kekayaanmu pada Allah. Allah pasti akan mempermudah langkah kakimu." Kata-kata Rasulullah inilah yang memacu Abdurrahman bin Auf untuk memberikan hartanya di jalan
Tahukah kalian apa rahasia sukses bisnisnya? Semua itu karena Abdurrahman selalu memperhatikan halal tidaknya bisnis yang dilakukan. Dia berbisnis dengan kejujuran. Tipu menipu dia jauhi. Urusan yang ragu-ragu atau subhat tak pernah dia dekati. Ditambah dengan gemarnya dia bersedekah, membuat kesuksesannya makin bertambah hari demi hari.
Begitulah kedermawanan Abdurrahman bin Auf. Bisa dikatakan bahwa hampir seluruh penduduk Madinah merasakan hartanya. Sepertiga harta Abdurrahman dipinjamkan pada penduduk Madinah. Sepertiganya lagi dia berikan untuk membayar utang-utang masyarakat Madinah yang tidak mampu. Dan sepertiganya lagi dia bagikan kepada penduduk kota yang membutuhkan. Subhanallah.
“Orang-Orangyang menafkahkan hartanya dijalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka nafkahkan itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka. Mereka tidak dihinggapi rasa takut dan tidak juga merasa sedih.” (Al-Baqarah: 262).
Setelah di buat takjub dengan kedermawanannya, mari kita melihat sifat-sifat lain dari Abdurrahman bin Auf yang tak kalah memukau.
Saat perang Uhud, Abdurrahman bin Auf ikut ambil bagian. Meski dia seorang pebisnis bukan perarti tidak bisa mengangkat senjata demi membela Allah dan Rasul. Lihatlah, Abdurrahman sampai mendapat kurang lebih 20 luka di perang itu. Beberapa giginya pun tanggal, hingga membuat bicaranya agak cadel. Kakinya pun mendapat luka yang cukup parah hingga membuat jalannya agak pincang.
Abdurrahman bukanlah orang yang sanggup sombong dengan kekayaan yang dimilikinya. Dia bukan tipe orang yang merasa punya kuasa saat bisa menolong hampir seluruh penduduk kota. Karena itulah dia terkenal sebagai orang yang menyenangkan, tidak sombong, tidak gila jabatan serta tidak gila pujian. Apalagi gila hormat.
Pernah Abdurrahman bin Auf duduk bersama dengan pembantunya. Selintas, bagi orang yang baru melihat, tidak akan menyangka bahwa salah satunya adalah orang kaya raya. Itu menunjukkan betapa Abdurrahman bin Auf hidup tetap sederhana. Tidak bermegah-megahan.
Ada satu hal menarik saat Umar bin Khattab ra., memilihnya bersama Thalhah bin Ubaidillah, Sa'ad bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib sebagai tim pemilih khalifah pengganti. Beberapa sahabat sepakat bahwa Abdurrahman pantas menduduki kursi khalifah. “Demi Allah,daripada aku menerima jabatan tersebut, lebih baik kalian menusukkan pisau di leherku dari satu sisi hingga tembus ke sisi yang lainnya." Tolak Abdurrahman bin Auf dengan tegas.
“Aku pernah mendengar Rasulullah saw., bersabda bahwa Abdurrahman bin Auf adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit dan dipercaya penduduk bumi," ujar Ali bin Abi Thalib. Hal itu menunjukkan bahwa siapa pun yang dipilih oleh Abdurrahman bin Auf adalah pilihan yang tepat Maka, ketika Abdurrahman memilih Ustman bin Affan sebagai khalifah pengganti, kelima sahabat lainnya langsung setuju.
Itulah kemuliaan sosok Abdurrahman bin Auf di mata para sahabatnya. Di mata Ummahatul Mukminin Aisyah ra., kemuliaannya memiliki tempat tersendiri. Itulah yang membuat Aisyah ra., menawari Abdurrahman untuk dimakamkan di komplek pemakaman Rasulullah bersama Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Pastinya, penawaran itu bukan untuk orang sembarangan. Tapi betul-betul orang yang kemuliaanya sudah nyata.
Lagi-lagi Abdurrahman bin Auf memberikan teladannya. Saat penawaran itu datang, Abdurrahman hanya tersenyum penuh kegembiraan. Tapi hati kecilnya merasa tempat itu terlalu baik untuk dirinya. "Ah... siapalah aku jika dibanding Abu Bakar ra., yang selalu membenarkan Rasulullah tanpa ragu". Atau "Apalah aku jika dibanding dengan Umar bin Khattab ra., yang keberaniannya membuat nyali Iblis ciut", Itulah yang ada dalam benak Abdurrahman.
Karena itulah dia menolak dengan penuh kerendahan hati. "Maaf, Ibunda Aisyah. Tapi saya sudah berjanji dengan seorang sahabat untuk dikubur berdampingan kelak. Dialah Ustman bin Madz'un. Saya takut jika saya menerima tawaran Ibunda, saya tidak menepati janji yang sudah dibuat, maaf..."
Pada tahun 32 Hijriyah, ruh Abdurrahman bin Auf kembali pada Ilahi Rabbi. Dia dimakamkan di pemakaman Baqi, sesuai dengan janjinya pada sahabatnya yang sudah mendahuluinya bertahun-tahun lalu.
Sejak itu, siksaan dan gangguan pun dialaminya. Dia mengikuti hijrah ke Habasyah yang pertama kali lalu kembali ke Mekkah. Ketika perintah hijrah ke Habasyah datang lagi, dia pun ikut dalam rombongan meninggalkan Mekkah. Saat Rasulullah sudah di Madinah, Abdurrahman pun meninggalkan harta bendanya dan menyusul Rasulullah.
Disinilah dia dipersaudarakan oleh Rasulullah dengan seorang sahabat dari kalangan Anshar. Namanya, Sa'ad bin Rabi’. Abdurrahman ditawari harta, rumah, kebun serta keluarga oleh Sa’ad. Tapi Abdurrahman hanya tersenyum dan minta ditunjukkan arah pasar
Di pasar itu dia melakukan jual beli, la diberkahi keuntungan yang besar. Abdurrahman pun memulai bisnis yang sempat dia tinggalkan saat hijrah. Itu dilakukan saat tidak ada panggilan perjuangan di jalan Allah. Hasilnya, bisnisnya sukses bahkan pernah kafilah dagangnya berisi 700 ekor unta yang memuat keuntungan.
Sama seperti sahabat yang lain, Abdurrahman bukanlah tipe orang yang terbuai oleh kekayaan, justru dia sangat berhati-hati karena takut masuk surga dengan merangkak. Dia tidak ingin harta yang dimilikinya membebani langkahnya mendapat kebahagiaan sejati. Itulah yang membuatnya tak pernah ragu sedikit pun mensedekahkan hartanya di jalan Allah Swt.
“Wahai putra Auf, kamu ini orang kaya raya. Kamu akan masuk surga dengan merangkak. Karena itu, pinjamkan kekayaanmu pada Allah. Allah pasti akan mempermudah langkah kakimu." Kata-kata Rasulullah inilah yang memacu Abdurrahman bin Auf untuk memberikan hartanya di jalan
Tahukah kalian apa rahasia sukses bisnisnya? Semua itu karena Abdurrahman selalu memperhatikan halal tidaknya bisnis yang dilakukan. Dia berbisnis dengan kejujuran. Tipu menipu dia jauhi. Urusan yang ragu-ragu atau subhat tak pernah dia dekati. Ditambah dengan gemarnya dia bersedekah, membuat kesuksesannya makin bertambah hari demi hari.
Begitulah kedermawanan Abdurrahman bin Auf. Bisa dikatakan bahwa hampir seluruh penduduk Madinah merasakan hartanya. Sepertiga harta Abdurrahman dipinjamkan pada penduduk Madinah. Sepertiganya lagi dia berikan untuk membayar utang-utang masyarakat Madinah yang tidak mampu. Dan sepertiganya lagi dia bagikan kepada penduduk kota yang membutuhkan. Subhanallah.
“Orang-Orangyang menafkahkan hartanya dijalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka nafkahkan itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka. Mereka tidak dihinggapi rasa takut dan tidak juga merasa sedih.” (Al-Baqarah: 262).
Setelah di buat takjub dengan kedermawanannya, mari kita melihat sifat-sifat lain dari Abdurrahman bin Auf yang tak kalah memukau.
Saat perang Uhud, Abdurrahman bin Auf ikut ambil bagian. Meski dia seorang pebisnis bukan perarti tidak bisa mengangkat senjata demi membela Allah dan Rasul. Lihatlah, Abdurrahman sampai mendapat kurang lebih 20 luka di perang itu. Beberapa giginya pun tanggal, hingga membuat bicaranya agak cadel. Kakinya pun mendapat luka yang cukup parah hingga membuat jalannya agak pincang.
Abdurrahman bukanlah orang yang sanggup sombong dengan kekayaan yang dimilikinya. Dia bukan tipe orang yang merasa punya kuasa saat bisa menolong hampir seluruh penduduk kota. Karena itulah dia terkenal sebagai orang yang menyenangkan, tidak sombong, tidak gila jabatan serta tidak gila pujian. Apalagi gila hormat.
Pernah Abdurrahman bin Auf duduk bersama dengan pembantunya. Selintas, bagi orang yang baru melihat, tidak akan menyangka bahwa salah satunya adalah orang kaya raya. Itu menunjukkan betapa Abdurrahman bin Auf hidup tetap sederhana. Tidak bermegah-megahan.
Ada satu hal menarik saat Umar bin Khattab ra., memilihnya bersama Thalhah bin Ubaidillah, Sa'ad bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib sebagai tim pemilih khalifah pengganti. Beberapa sahabat sepakat bahwa Abdurrahman pantas menduduki kursi khalifah. “Demi Allah,daripada aku menerima jabatan tersebut, lebih baik kalian menusukkan pisau di leherku dari satu sisi hingga tembus ke sisi yang lainnya." Tolak Abdurrahman bin Auf dengan tegas.
“Aku pernah mendengar Rasulullah saw., bersabda bahwa Abdurrahman bin Auf adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit dan dipercaya penduduk bumi," ujar Ali bin Abi Thalib. Hal itu menunjukkan bahwa siapa pun yang dipilih oleh Abdurrahman bin Auf adalah pilihan yang tepat Maka, ketika Abdurrahman memilih Ustman bin Affan sebagai khalifah pengganti, kelima sahabat lainnya langsung setuju.
Itulah kemuliaan sosok Abdurrahman bin Auf di mata para sahabatnya. Di mata Ummahatul Mukminin Aisyah ra., kemuliaannya memiliki tempat tersendiri. Itulah yang membuat Aisyah ra., menawari Abdurrahman untuk dimakamkan di komplek pemakaman Rasulullah bersama Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Pastinya, penawaran itu bukan untuk orang sembarangan. Tapi betul-betul orang yang kemuliaanya sudah nyata.
Lagi-lagi Abdurrahman bin Auf memberikan teladannya. Saat penawaran itu datang, Abdurrahman hanya tersenyum penuh kegembiraan. Tapi hati kecilnya merasa tempat itu terlalu baik untuk dirinya. "Ah... siapalah aku jika dibanding Abu Bakar ra., yang selalu membenarkan Rasulullah tanpa ragu". Atau "Apalah aku jika dibanding dengan Umar bin Khattab ra., yang keberaniannya membuat nyali Iblis ciut", Itulah yang ada dalam benak Abdurrahman.
Karena itulah dia menolak dengan penuh kerendahan hati. "Maaf, Ibunda Aisyah. Tapi saya sudah berjanji dengan seorang sahabat untuk dikubur berdampingan kelak. Dialah Ustman bin Madz'un. Saya takut jika saya menerima tawaran Ibunda, saya tidak menepati janji yang sudah dibuat, maaf..."
Pada tahun 32 Hijriyah, ruh Abdurrahman bin Auf kembali pada Ilahi Rabbi. Dia dimakamkan di pemakaman Baqi, sesuai dengan janjinya pada sahabatnya yang sudah mendahuluinya bertahun-tahun lalu.