Thio Him Tjiang

Selamat Datang di Blog Materi IPA. Judul Postingan Kali ini tentang Thio Him Tjiang. Semoga bermanfaat untuk dibaca.
Thio Him Tjiang adalah seorang pemain sepakbola era tahun 1950-an. Ia turut menorehkan sejarah saat Indonesia menahan imbang Uni Soviet di perempatfinal Olimpiade Melbourne 1956. Ia merupakan atlet berprestasi hasil binaan Klub Union Makes Strength (UMS), salah satu klub sepak bola tertua di Indonesia dan klub yang tergabung dalam Persija Jakarta.

Pemain yang lahir di Jakarta, 28 Agustus 1929 ini berasal dari keluarga pemain sepak bola. Ayahnya, Thio Kioe Sen, adalah mantan kiper UMS di tahun 1920-1936. Thio Kioe Sen mempunyai tujuh anak, enam lelaki dan satu perempuan. Semua anak lelakinya; Thio Him Gwan, Thio Him Tjiang, Thio Him Toen, Thio Him Eng, Thio Him Boen, dan Thio Him Hok adalah pemain UMS. Namun di antara semuanya yang paling terkenal adalah Thio Him Tjiang.

Him Tjiang merantau ke Singapura pada 1948. disana dia memperdalam kemampuan bermain bola. Iia dilatih langsung oleh Choo Seng Que, pelatih berkebangsaan Singapura yang kemudian menjadi pelatih asing pertama timnas Indonesia (1951-1953).

Tahun berikutnya Him Tjiang pulang ke Indonesia dan kembali bergabung dengan UMS. Ia kemudian menjadi pemain andalan UMS di bawah bimbingan pelatih Endang Witarsa (Liem Soen Joe). Karirnya meningkat ketika diminta memperkuat Persija Jakarta, klub induk UMS, di kompetisi Perserikatan serta timnas yang saat itu dilatih Seng Que kemudian Tony Pogacnik, pelatih asal Yugoslavia. Di era Tony ia dipindah posisinya menjadi bek setelah sebelumnya bermain sebagai gelandang.

Selama di timnas, Him Tjiang tampil di sejumlah ajang besar yang diikuti Indonesia seperti Olimpiade Melbourne (1956), Pra-Piala Dunia di Cina (1957), Merdeka Games di Kuala Lumpur (1957 dan 1958), Asian Games Tokyo (1958), dan Pra-Olimpiade Roma (1960). Ia juga ikut ketika timnas melakoni tur ke Uni Soviet dan Eropa pada 1956.

Tahun 1961 Him Tjiang pindah ke Bandung untuk bergabung dengan Persib sebelum memutuskan untuk gantung sepatu. Disana ia langsung mempersembahkan gelar juara Perserikatan bagi Persib. Setelah pensiun ia tidak tertarik menjadi pelatih, ia hanya ingin dikenang sebagai pemain bukan sebagai pelatih.