Ilmuwan yang mempunyai nama lengkap Mario Renato Capecchi ini lahir di Verona, Italia, pada 6 Oktober 1937. Ia adalah seorang genetikawan molekuler berkebangsaan Amerika Serikat yang dilahirkan di Italia, dan sebagai pemenang bersama penghargaan Nobel dalam bidang fisiologi pada tahun 2007. Saat ini, ia adalah profesor luar biasa genetika manusia dan biologi di Sekolah Kedokteran Universitas Utah.
Mario Capecchi dilahirkan dari turunan keluarga Amerika yang hidup makmur. Ayahnya bernama Luciano Capecchi, seorang penerbang Italia yang kemudian dilaporkan hilang dalam tugas ketika mengoperasikan senapan anti pesawat di Libya. Sedangkan ibunya bernama Lucy Ramberg, yang lahir di Amerika dari seorang pelukis Impresionis, Lucy Dodd Ramberg, dan arkeologis Jerman, Walter Ramberg. Masa kecil ilmuwan peraih beberapa penghargaan ini harus dilalui dengan berbagai cerita pahit. Hal ini bermula ketika Perang Dunia II, ibu Mario Capecchi dikirim ke kamp konsentrasi Dachau sebagai hukuman karena merupakan anggota dari kelompok anti-Fasis. Ibunya meninggalkan Mario Capecchi yang baru saja berumur 4 tahun, dan memberikan asuhan kepada keluarga petani Italia.
Meskipun ibunya telah menjual harta benda, dan diberikan kepada keluarga petani tersebut untuk mengasuh Mario, namun uang itu habis dalam setahun. Akibatnya, keluarga ini tidak mampu lagi merawat Mario Renato Capecchi.
Mario Renato Capecchi bertahan hidup di jalanan di utara Italia selama empat tahun ke depan. Karena selalu kelaparan, ia melakukan apa saja untuk bertahan hidup. Terakhir kalinya, ia terkurung dalam sebuah rumah sakit bersama anak-anak jalanan lain. Mereka ditelanjangi, dan setiap hari hanya dijatah secuil kecil roti dan segelas kopi. Saat hari menjelang siang, mereka selalu jatuh tak sadarkan diri di ranjang-ranjang sempit yang berimpit-impitan, tanpa seprai dan tanpa selimut.
Mario Renato Capecchi lolos dari maut saat ibunya datang menjemputnya pada tahun 1945 setelah dibebaskan dari kamp oleh pasukan AS, yang kemudian mencari Mario dan menemukannya setahun kemudian dalam keadaan sekarat karena kekurangan gizi di sebuah rumah sakit.
Kemudian, ibu dan anak tersebut pindah ke Pennsylvania, Amerika Serikat. Di sana, mereka tinggal di tempat paman Mario dari pihak ibu, Edward Ramiberg, seorang fisikawan di RCA. Mario yang saat itu masih berusia 9 tahun lantas dibesarkan oleh paman dan bibinya dalam lingkungan komunitas Quaker (salah satu kelompok religius yang hidup secara kolektif).
Meskipun belum pernah “mencicipi” bangku sekolah dan tidak bisa berbahasa Inggris, Mario langsung dimasukkan ke kelas tiga SD di Sekolah Quaker. Para guru membiarkannya bereksplorasi dengan cat dan mural sebagai sarana berkomunikasi.
Di tingkat SMA, Mario merasa para guru memperlakukan murid seolah-olah sudah mahasiswa. Guru berdialog dengan murid. Tidak ada buku teks. Dan, itu membuat belajar jadi terasa menyenangkan. Ia juga menyerap nilai tanggung jawab sosial dari lingkungan Quaker-nya. Ada kesadaran tentang masalah-masalah dunia. Memang tidak pernah diajarkan, tetapi terasa bahwa kita dapat melakukan sesuatu untuk membuat dunia menjadi lebih baik.
Bekal pengetahuan dan nilai-nilai hidup dari Sekolah Quaker plus pengaruh pribadi pamannya yang berprofesi sebagai fisikawan, akhirnya menuntun jalan hidup Mario menjadi ilmuwan. Dalam pekerjaan, ia dikenal sebagai pribadi yang sangat kreatif, profesional, dan terampil bekerja sama dalam tim. Dalam kehidupan pribadi, ia punya keluarga yang harmonis.
Mario menerima gelar B.S.-nya dalam bidang kimia dan fisika pada tahun 1961 dari Antioch College di Ohio. Ia menerima gelar Ph.D.-nya dalam bidang biofisika pada tahun 1967 dari Universitas Harvard dengan tesis doktor di bawah bimbingan James D. Watson.
Mario pernah menjadi anggota Junior Fellow of the Society of Fellows di Universitas Harvard sejak tahun 1967 sampai 1969. Pada tahun 1969, ia menjadi Asisten Profesor di Departemen Biokimia Sekolah Medis Harvard. Ia dipromosikan menjadi Profesor Associate pada tahun 1971.
Pada tahun 1973, Mario bergabung dengan Universitas Utah. Sejak tahun 1988, ia juga menjadi seorang investigator di Howard Hughes Medical Institute. Ia adalah seorang anggota National Academy of Sciences.
Mario Capecchi terkenal berkat kerjanya dalam penargetan gen sel punca dari embrio tikus yang memungkinkan teknologi transgenic, termasuk kloning dan modifikasi genetika. Hasil kerja ini dicapai melalui usaha Martin J. Evans dan Oliver Smithies yang meneliti knockout mouse. Hasil kerja mereka membuat mereka dianugerahi penghargaan Nobel pada tahun 2007 di bidang kedokteran atau fisiologi.
Ada kutipan menarik dalam orasi Mario ketika menerima Kyoto Prize tentang hakikat pendidikan. Merenungkan masa kecilnya sendiri, ia berpendapat, “Satu-satunya hal yang perlu disediakan bagi semua anak adalah kecukupan kesempatan untuk mengejar minat-minat dan mimpi-mimpi. Tingkat pemahaman kita tentang perkembangan manusia terlalu dangkal untuk memprediksi siapa di antara anak-anak itu yang akan menjadi Beethoven, Modigliani, atau Martin Luther King berikutnya. Bayangkan, seorang anak kurus, dekil, dan liar yang biasa Anda lihat berkeliaran di jalanan kota. Ia mengemis, berkelahi, dan mencuri. Percayakah Anda bahwa anak seperti itu kelak bisa menjadi ilmuwan tersohor, dan peraih berbagai penghargaan internasional? Boleh jadi, hampir semua orang akan menggelengkan kepala. Namun, itulah dongeng kehidupan Mario Capecchi yang berkat riset rekayasa genetikanya memenangkan penghargaan bergengsi Nobel di bidang kedokteran.”
Meskipun ibunya telah menjual harta benda, dan diberikan kepada keluarga petani tersebut untuk mengasuh Mario, namun uang itu habis dalam setahun. Akibatnya, keluarga ini tidak mampu lagi merawat Mario Renato Capecchi.
Mario Renato Capecchi bertahan hidup di jalanan di utara Italia selama empat tahun ke depan. Karena selalu kelaparan, ia melakukan apa saja untuk bertahan hidup. Terakhir kalinya, ia terkurung dalam sebuah rumah sakit bersama anak-anak jalanan lain. Mereka ditelanjangi, dan setiap hari hanya dijatah secuil kecil roti dan segelas kopi. Saat hari menjelang siang, mereka selalu jatuh tak sadarkan diri di ranjang-ranjang sempit yang berimpit-impitan, tanpa seprai dan tanpa selimut.
Mario Renato Capecchi lolos dari maut saat ibunya datang menjemputnya pada tahun 1945 setelah dibebaskan dari kamp oleh pasukan AS, yang kemudian mencari Mario dan menemukannya setahun kemudian dalam keadaan sekarat karena kekurangan gizi di sebuah rumah sakit.
Kemudian, ibu dan anak tersebut pindah ke Pennsylvania, Amerika Serikat. Di sana, mereka tinggal di tempat paman Mario dari pihak ibu, Edward Ramiberg, seorang fisikawan di RCA. Mario yang saat itu masih berusia 9 tahun lantas dibesarkan oleh paman dan bibinya dalam lingkungan komunitas Quaker (salah satu kelompok religius yang hidup secara kolektif).
Meskipun belum pernah “mencicipi” bangku sekolah dan tidak bisa berbahasa Inggris, Mario langsung dimasukkan ke kelas tiga SD di Sekolah Quaker. Para guru membiarkannya bereksplorasi dengan cat dan mural sebagai sarana berkomunikasi.
Di tingkat SMA, Mario merasa para guru memperlakukan murid seolah-olah sudah mahasiswa. Guru berdialog dengan murid. Tidak ada buku teks. Dan, itu membuat belajar jadi terasa menyenangkan. Ia juga menyerap nilai tanggung jawab sosial dari lingkungan Quaker-nya. Ada kesadaran tentang masalah-masalah dunia. Memang tidak pernah diajarkan, tetapi terasa bahwa kita dapat melakukan sesuatu untuk membuat dunia menjadi lebih baik.
Bekal pengetahuan dan nilai-nilai hidup dari Sekolah Quaker plus pengaruh pribadi pamannya yang berprofesi sebagai fisikawan, akhirnya menuntun jalan hidup Mario menjadi ilmuwan. Dalam pekerjaan, ia dikenal sebagai pribadi yang sangat kreatif, profesional, dan terampil bekerja sama dalam tim. Dalam kehidupan pribadi, ia punya keluarga yang harmonis.
Mario menerima gelar B.S.-nya dalam bidang kimia dan fisika pada tahun 1961 dari Antioch College di Ohio. Ia menerima gelar Ph.D.-nya dalam bidang biofisika pada tahun 1967 dari Universitas Harvard dengan tesis doktor di bawah bimbingan James D. Watson.
Mario pernah menjadi anggota Junior Fellow of the Society of Fellows di Universitas Harvard sejak tahun 1967 sampai 1969. Pada tahun 1969, ia menjadi Asisten Profesor di Departemen Biokimia Sekolah Medis Harvard. Ia dipromosikan menjadi Profesor Associate pada tahun 1971.
Pada tahun 1973, Mario bergabung dengan Universitas Utah. Sejak tahun 1988, ia juga menjadi seorang investigator di Howard Hughes Medical Institute. Ia adalah seorang anggota National Academy of Sciences.
Mario Capecchi terkenal berkat kerjanya dalam penargetan gen sel punca dari embrio tikus yang memungkinkan teknologi transgenic, termasuk kloning dan modifikasi genetika. Hasil kerja ini dicapai melalui usaha Martin J. Evans dan Oliver Smithies yang meneliti knockout mouse. Hasil kerja mereka membuat mereka dianugerahi penghargaan Nobel pada tahun 2007 di bidang kedokteran atau fisiologi.
Ada kutipan menarik dalam orasi Mario ketika menerima Kyoto Prize tentang hakikat pendidikan. Merenungkan masa kecilnya sendiri, ia berpendapat, “Satu-satunya hal yang perlu disediakan bagi semua anak adalah kecukupan kesempatan untuk mengejar minat-minat dan mimpi-mimpi. Tingkat pemahaman kita tentang perkembangan manusia terlalu dangkal untuk memprediksi siapa di antara anak-anak itu yang akan menjadi Beethoven, Modigliani, atau Martin Luther King berikutnya. Bayangkan, seorang anak kurus, dekil, dan liar yang biasa Anda lihat berkeliaran di jalanan kota. Ia mengemis, berkelahi, dan mencuri. Percayakah Anda bahwa anak seperti itu kelak bisa menjadi ilmuwan tersohor, dan peraih berbagai penghargaan internasional? Boleh jadi, hampir semua orang akan menggelengkan kepala. Namun, itulah dongeng kehidupan Mario Capecchi yang berkat riset rekayasa genetikanya memenangkan penghargaan bergengsi Nobel di bidang kedokteran.”