Al-Hassan Ibn al-Haytham : Bapak Optik, Peletak Dasar Ilmu Optika dan Ahli Fisika

Selamat Datang di Blog Materi IPA. Judul Postingan Kali ini tentang Al-Hassan Ibn al-Haytham : Bapak Optik, Peletak Dasar Ilmu Optika dan Ahli Fisika . Semoga bermanfaat untuk dibaca.
Tak banyak orang yang mengetahui bahwa orang pertama yang menjelaskan mengenai mekanisme penglihatan pada manusia, yang menjadi dasar teori optik modern saat ini, adalah seorang ilmuwan muslim asal Irak bernama Ibnu al-Haytham. Beliau mempunyai nama lengkap Abu Ali al-Hasan bin al-Haytham al-Basri al-Misri, dan masyarakat Barat menyebutnya sebagai Avenalan, Avenetan, atau Alhazen. Haytham lahir di Basrah, Irak sekitar tahun 1038 M. Di masa hidupnya, beliau juga tercatat sebagai ahli fisika pertama dari kalangan Islam. 


Ibnu al-Haytham dibesarkan dalam keluarga yang akrab dengan dunia ilmu pengetahuan. Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir dengan tujuan utama untuk meneruskan pendidikan di Universitas al-Azhar. Di negeri ini, ia melakukan penelitian mengenai aliran dan saluran Sungai Nil. Selanjutnya, ia juga membuat mesin untuk mengatur aliran Sungai Nil yang sering banjir dan menggenangi lahan pertanian rakyat.

Haytham menulis Kamus Optika (Kitab fi al-Manasit) yang memaparkan berbagai ragam fenomena cahaya termasuk sistem penglihatan manusia. Secara detail, Al- Haytham juga menjelaskan fungsi dari berbagai bagian mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing bagian dalam kegiatan penglihatan pada manusia. Tokoh berjuluk Alhazen ini juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Beliau juga mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi.

Selain itu, Ibnu al-Haytham juga melakukan percobaan untuk menjelaskan penglihatan binokular dan memberikan penjelasan yang benar tentang bertambah­nya ukuran matahari dan bulan ketika mendekati cakrawala. Tak heran jika kemudian “Bapak Optik” dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang berhasil menggambarkan seluruh detail dari organ-organ penglihatan pada manusia.

Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang sebelumnya telah diajukan oleh dua ilmuwan asal Yunani, Ptolemeus dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya yang keluar dari mata yang mengenai suatu objek. Berbeda dengan keduanya, Ibnu Haytham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan (“memantul­kan”} cahaya yang kemu­dian ditangkap oleh mata sehingga bisa terlihat.

Selama lebih dari 500 tahun, Kitab Optik terus bertahan sebagai buku pal­ing penting dalam ilmu optika. Pada tahun 1572, karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul Opticae Thesaurus. Bab tiga volume pertama dalam buku ini mengupas ide-idenya tentang cahaya. Dalam buku itu, Haytham juga menunjukkan keyakinannya bahwa sinar cahaya keluar dari garis lurus dari setiap titik di permukaan yang bercahaya.

Proses belajar yang ia lakukan secara otodidak justru membuatnya menjadi seorang yang mahir dalam bidang fisika, astronomi, matematika, pengobatan, dan filsafat. Tulisannya mengenai mata telah menjadi salah satu rujukan penting dalam bidang penelitian sains di Barat. Malahan kajiannya mengenai pengobatan mata telah menjadi dasar-dasar penelitian bagi kajian dunia modern mengenai pengobatan pada mata. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data penting mengenai cahaya.

Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, antaranya adalah Light dan On Twilight Phenomena. Al-Haytham juga membahas tentang senja hari dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta masalah bayang-bayang dan gerhana. Menurut Al- Haytham, cahaya fajar muncul apabila matahari berada di posisi 19 derajat ufuk timur. Warna merah saat senja hari akan menghilang apabila matahari berada di posisi 19 derajat ufuk barat. Ia pun meneliti tentang fenomena-fenomena cahaya seperti pembiasan cahaya dan pembalikan cahaya.

Al-Haytham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para ilmuwan di Italia untuk membuat kaca pembesar pertama di dunia. Hal yang lebih menakjubkan ialah Ibnu Haytham juga telah menemukan prinsip isi padu udara sebelum seorang ilmuwan bernama Tricella mengetahui hai tersebut sekitar 500 tahun kemudian. Selain itu, teori Ibnu Haytham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung secara teratur telah memberikan ilham kepada ilmuwan-ilmuwan Barat untuk menghasilkan tayangan gambar. Teorinya ini telah membawa pada penemuan film yang kemudian disambung-sambung sehingga seolah-olah bisa bergerak. Film inilah yang kemudian menjadi film gambar bergerak sebagaimana yang dapat kita saksikan di masa kini.

Dalam bukunya, 'Mizan al-Hikmah' ia juga membahas tentang kepadatan atmosfer dan membuat korelasi antara kepadatan udara dengan faktor ketinggian. Ia juga mempelajari gejala pembiasan cahaya di atmosfer. Dalam kitabnya itu, beliau juga membahas teori daya tarik massa, suatu fakta yang menunjukkan bahwa ia teiah menyadari adanya korelasi antara percepatan dengan gravitasi. Selain di bidang fisika, Ibnu Haytham juga memberikan kontribusi penting terhadap ilmu matematika. Dalam ilmu ini, ia mengembangkan analisis geometri dengan membangun hubungan antara aljabar dengan geometri.

Selain sebagai ilmuwan fisika ulung, Ibnu Haytham juga adalah seorang ahli astronomi. Ia mempergunakan metode astronomi untuk menentukan garis lintang dari berbagai tempat yang ada. Setelah itu, ia dapat menentukan posisi koordinat dari tempat-tempat tersebut. Metode seperti ini bahkan masih digunakan oleh para astronom sampai sekarang. Percobaan-percobaan ilmiahnya telah dan masih menginspirasi para ilmuwan lainnya untuk berkarya.

Haytham juga menulis buku tentang kosmologi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Yahudi di abad pertengahan. Karya tulis lainnya adalah kitab tentang evolusi, yang hingga kini masih menjadi perhatian ilmuwan dunia.

Karya-karyanya itu telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa seperti Latin, Ibrani, dan bahasa Inggris di tahun 1900-an. Para ilmuwan Barat menyebutnya sebagai The Greatest Student Optics of all Times (Ilmuwan Terbesar di Bidang Optik Sepanjang Masa). Penulis-penulis pada abad pertengahan yang memperdalam studi tentang ilmu mata juga banyak menggunakan buku ini sebagai pegangan. Di antara mereka adalah Roger Bacon dan Keppler. Bahkan, buku tentang Dioptics (Ilmu Bias Sinar) karangan Keppier dengan judul 'Ad Vitellionem Paralipomena' yang diterbitkan pertama kali di Frankfurt, Jerman tahun 1604 M konon ditulis dengan didasarkan sepenuhnya pada kitab Ibnu al-Haytham.