Voltaire : Mempengaruhi Meletusnya Revolusi Perancis

Selamat Datang di Blog Materi IPA. Judul Postingan Kali ini tentang Voltaire : Mempengaruhi Meletusnya Revolusi Perancis. Semoga bermanfaat untuk dibaca.

Voltaire lahir pada tahun 1694 di Paris. Ia dibesarkan dalam keluarga menengah, dengan ayah seorang ahli hukum. Semasa mudanya, Voltaire belajar di perguruan Jesuit Louis-le-Grand, Paris. Saat remaja, ia dikenal cerdas, pandai berhumor, dan dari mulutnya kerap terlontar kalimat-kalimat satire. Padahal di bawah pemerintahan lama, tingkah laku semacam itu bisa mengundang bahaya Dan, benar saja, karena ucapan-ucapannya yang mengandung unsur politik, ia akhirnya ditahan dan diamankan di penjara Bastille. Hampir setahun penuh ia meringkuk di sana.

Ketika Voltaire kembali ke Prancis, ia menulis karya filsafatnya yang pertama, yaitu Lettres Philosophiques atau yang sering disebut Letters on the English. Buku ini diterbitkan pada tahun 1734 dan merupakan tanda nyata dari era pembaharuan Prancis. Dalam Letters on the English, Voltaire menyuguhkan gambaran umum yang menyenangkan tentang sistem politik Inggris beserta pikiran-pikiran John Locke dan pemikir-pemikir Inggris lainnya. Penerbitan buku tersebut membuat marah para penguasa Prancis, dan sekali lagi, Voltaire diusir dari Paris.

Selanjutnya, Voltaire tinggal di Inggris dan di sanalah rupanya titik balik dalam kehidupannya terjadi. Ia mulai belajar berbicara dan menulis dalam bahasa Inggris. Sehingga, ia pun menjadi terbiasa dengan karya-karya besar orang Inggris ternama, seperti John Locke, Francis Bacon, Isaac Newton, dan William Shakespeare. Ia juga berkenalan secara pribadi dengan sebagian besar cendekiawan inggris pada masa itu. Ia amat terkesan dengan Shakespeare, ilmu pengetahuan inggis, serta empirisme - paham yang berpegang pada perlunya percobaan secara praktik, dan bukannya berpegang pada teori semata. Namun, dari semuanya, itu yang paling membuat ia terkesan adalah sistem politik Inggris. Demokrasi Inggris dan kebebasan pribadi memberi kesan yang amat berlawanan dengan apa yang ia saksikan di Prancis.

Sepanjang tahun-tahun itu, karya sastra Voltaire mengalir terus tak henti-hentinya. Ia betul-betul seorang penulis dengan gaya fantastis dan mungkin penulis yang paling banyak bukunya. Jumlah kumpulan tulisannya melebihi 30.000 halaman, di dalamnya termasuk sajak kepahlawanan, lirik, surat-surat pribadi, pamflet, novel, cerpen, drama, serta buku-buku serius tentang sejarah dan falsafah.

Meskipun ada begitu banyak karya tulisnya, yang lebih penting sesungguhnya adalah gagasan pokok yang ia kemukakan selama hidupnya. Salah satu pendiriannya yang paling gigih adalah terjaminnya kebebasan berbicara dan pers secara mutlak. 

Prinsip Voltaire lainnya yaitu kepercayaannya akan kebebasan beragama. Sepanjang kariernya, dengan tak tergoyahkan, ia menentang ketidaktoleransian agama serta penghukuman yang berkaitan dengan soal-soal agama. Meskipun pada dasarnya ia percaya adanya Tuhan, namun ia dengan tegas menentang sebagian besar dogma agama dan dengan mantapnya, ia mengatakan bahwa organisasi berdasarkan keagamaan sebenarnya adalah suatu penipuan.

Salah satu karyanya yang terpenting ialah buku yang menyangkut sejarah dunia, yaitu Essay on the Manners and Spirit of Nations. Buku ini berbeda dengan uraian sejarah umumnya yang pernah ada sebelumnya. Ada dua hal yang menjadi keistimewaan buku ini. Pertama, Voltaire mengakui bahwa Eropa hanyalah merupakan bagian kecil dari dunia secara keseluruhan, karena itu ia menitikberatkan sebagian pengamatannya pada sejarah Asia. Kedua, Voltaire menganggap bahwa sejarah kebudayaan - pada umumnya - jauh lebih penting daripada sejarah politik.

Dengan sendirinya, buku Voltaire tersebut lebih berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi dan perkembangan seni ketimbang soal raja-raja dengan segala rupa peperangannya. Semua bukunya tersebar dan terbaca luas selama abad ke-18, karena itu Voltaire memegang peranan penting dalam mengubah iklim pendapat umum yang ujung-ujungnya berpuncak pada meletusnya Revolusi Prancis. Dan, pengaruhnya tidak hanya terbatas di Prancis. Orang-orang Amerika, seperti Thomas Jefferson, James Madison, dan Benjamin Franklin juga mengenal baik tulisan-tulisannya.