Limbah kantong plastik yang mendominasi di berbagai lokasi pembuangan sampah membuat hati Atika Putri Astrini gundah. Mahasiswi jurusan manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini pun berpikir keras apa yang dapat ia sumbangsihkan untuk meretas masalah yang dapat menyulut kerusakan lingkungan yang lebih parah itu.
Bayer Young Environmental Envoy (BYEE) 2013, digagas oleh Bayer Group bekerja sama dengan United Nations Environment Program (UNEP), adalah sebuah ajang yang menyuarakan beragam proyek untuk memperbaiki kondisi lingkungan.
Atika menjadi salah satu dari 11 finalis yang nantinya akan menjadi Duta Muda Lingkungan Bayer atau dapat juga disebut sebagai Bayer Young Environmental Envoy. Para duta muda yang terpilih itu merupakan mahasiswa perguruan tinggi dari seluruh Indonesia yang tidak hanya menuangkan ide, tetapi juga telah menjalankan proyek di daerahnya masing-masing dengan semangat melakukan perubahan demi pelestarian lingkungan.
Atika mengikuti ajang itu dengan sebuah gagasan yang sederhana, tetapi dianggap sebagai gagasan yang paling tepat dan mungkin untuk diaplikasikan. Pemikiran Atika sebenarnya sederhana dan bahkan sudah banyak diaplikasikan di berbagai pengelola gerai belanja, yakni tas belanja yang dapat digunakan berulang kali.
Bedanya, tas belanja besutan Atika yang diberi label Vertesac (bahasa Prancis yang artinya tas hijau), selain dapat digunakan berulang kali juga memiliki sistem Radio Frequency Identification (RFID). Itu membuat tas belanjanya layak dinamakan sebagai tas belanja pintar. RFID dapat melacak ke mana saja tas belanja pintar itu dijinjing oleh pemiliknya dan dapat dipantau dengan aplikasi yang disematkan di smartphone.
Tidak hanya mengedepankan aspek lingkungan, dengan Vertesac, Atika membawa perubahan pola
pikir sebagian besar konsumen untuk lebih arif dalam mengelola sampah, terutama sampah plastik yang sulit terurai oleh alam.
Atika akhirnya dinobatkan sebagai Duta Lingkungan Muda Bayer dalam ajang BYEE pada tahun 2013 di Jakarta, sementara Vertesac sendiri diganjar sebagai Best Project. Atika dan finalis lainnya berhak menerima penghargaan dan juga kesempatan bertandang ke Leverkusen, Jerman, untuk mewakili Indonesia dalam forum lingkungan internasional Dalam event tersebut, mereka mendalami beragam terobosan tata kelola lingkungan dan pembangunan berkelanjutan untuk kemudian dibawa ke Indonesia untuk diterapkan dan dikembangkan.
Untuk memproduksi Vertesac, Atika menggandeng perajin tas di kawasan Cimareme, Bandung. Sebuah upaya yang juga patut diapresiasi. Sebab, dengan begitu, Atika membuka kesempatan para perajin tas, yang pada umumnya kaum ibu, untuk dapat lebih produktif dan menghasilkan pendapatan yang akhirnya akan membantu tiap keluarga untuk lebih sejahtera. Tentunya pula para kaum ibu akan terangkat martabatnya karena bisa ikut berkontribusi dalam perekonomian keluarga.
Untuk tas Vertesac yang telah rusak karena pemakaian, Atika bekerja sama dengan perajin kain perca di Karawang, Jawa Barat untuk kemudian dipergunakan sebagai bahan baku kerajinan lainnya.