Namanya Sa'ad bin Malik Az-Zuhri tapi lebih dikenal sebagai Sa'ad bin Abi Waqqash. Sa'ad masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasulullah dari pihak ibu (Siti Aminah). Rasulullah sendiri sering memanggil Sa'ad dengan sebutan paman."Ini dia pamanku. Adakah di antara kalian yang memiliki paman seperti dia?" Ujar Rasulullah saat menyambut kedatangan Sa'ad.
Sa'ad memeluk Islam ketika usianya baru 17 tahun. Saat jiwa mudanya sedang bergejolak, dia justru menemukan ketenangan dalam ajaran yang dibawa oleh Muhammad SAW., Meski dia memiliki kekerabatan dengan Rasulullah, bukan berarti keislamannya tanpa rintangan. Ternyata, rintangan yang dihadapinya datang dari ibunya sendiri.
Saat mengetahui Sa'ad berpindah keyakinan maka sang ibu pun melakukan mogok makan dan minum. Dia tahu, Sa'ad adalah anak yangsangat bening hatinya. Dia tidak pernah berbuat jahat pada siapa pun. Tidak pernah dendam. Bahkan berniat untuk menyakiti orang lain pun tidak.
Sa'ad tidak berpengaruh dengan ancaman ibunya. Dia tetap membujuk sang ibu agar mau makan dan minum. Nyatanya, sang ibu tidak mau menerima tawaran makan dan minum yang disediakan Sa'ad. Hingga tubuhnya menjadi lemas dan lemah.
Sa'ad yang berhati lembut tentu merasa sedih. Tapi keimanan pada Allah dan Rasulnya di atas segala-galanya. "Wahai lbu, seandainya lbu memiliki seratus nyawa, lalu keluar satu per satu, aku tidak akan meninggalkan keyakinanku ini. Sekarang terserah lbu saja, mau makan atan tidak.” Ujar Sa'ad dengan santun.
Sang ibu memikirkan kata-kata Sa'ad, dan akhirnya menyerah
Keteguhan iman dan kebeningan hati Sa'ad ini membuat do'anya makbul. Pernah suatu hari Sa'ad melihat seorang laki-laki mencaci tiga orang sahabat Nabi yang mulia. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib r.a, Thalhah r.a, dan Zubair ra., "Berhentilah, atau aku akan mendo'akan keburukan untukmu, "tegur Sa'ad.
Sayang, laki-laki itu malah mencibir dan tidak menghiraukan Sa'ad. "Apa kau mengancamku? Lagakmu seperti seorang Nabi saja."
Tak berapa lama, terlihat seekor unta yang berlari kencang. Unta itu terus berlari dan seperti sedang mencari sesuatu. Hewan yang tidak bisa dikendalikan itu terus bergerak dan akhirnya menendang laki-laki tadi. Tak hanya menabrak, unta itu menginjak-injak orang itu sampai tewas.
Sa'ad juga dikenal sebagai seorang yang selalu bersikap baik pada sesama kaum muslim. Dia pernah mengatakan bahwa hatinya tidak pernah merasakan dendam atan pun berniat jahat pada sesama muslim. Pantas, kalau Rasulullah mengatakan bahwa Sa'ad adalah penghuni surga. Karena seperti itulah hati dari penghuni surga, bersih dari iri, dengki, serta dendam. Subhanallah.
Saat Khalifah Umar bin Khattab ra., memilih Sa'ad bin Abi Waqqash sebagai penglima perang ke daerah Persia. Saat itu untuk menundukkan wilayah Persia, ratusan bahkan ribuan tentara kaum muslimin sudah gugur. Tapi kekuatan kerajaan Persia belum bisa ditumbangkan. Karena itulah, Umar bin Khattab ra., memutuskan untuk turun memimpin pasukan dan menitipkan pemerintahan pada Ali bin Abi Thalib ra.
Di tengah perjalanan, atas usul Abdurrahman bin Auf ra., meminta agar Khalifah kembali ke Madinah. Karena kondisi akan lebih berbahaya jika ternyata Khalifah sampai celaka di tengah medan perang. Para sahabat yang lain sepakat dengan usui Abdurrahman bin Auf ra. Khalifah pun tidak bisa menolak keputusan para sahabat. Dia lalu memanggil Ali bin Abi Thalib dan mengumpulkan para sahabat yang ada untuk bermusyawarah.
"Lalu siapakah yang pantas menjadi panglima perang?"
“Dia adalah Sa'ad bin Abi Waqqash. Bukankah dia orang yang tepat dengan seluruh kemuliaan yang ada pada dirinya?“
Khalifah Umar ra., setuju dengan usulan itu. Ya, Sa'ad adalah orangyang tepat. Bukankah Sa'ad adalah orang yang doanya selalu dikabulkan oleh Allah SWT.? lika Sa'ad berdoa agar kaum mukminin mendapat kemenangan, insya Allah akan terwujud. Sa'ad adalah orang yang suci lahir batin. Sa'ad memakan makanan halal, kata-katanya bersih, hatinya bening. Bukankah itu modal untuk mendapatkan pertolongan Allah? Satu lagi, Sa'ad juga selalu ada di setiap peperangan bersama Rasulullah. Itu adalah bekal yang cukup bagi Sa'ad dalam memimpin pasukan umat Islam dalam menghadapi musuh.
Sa'ad pun berangkat bersama 30.000 pasukan yang hanya bersenjata pedang, tombak, dan panah. Mereka bertugas mengalahkan 100.00 pasukan Persia yang sudah sangat terlatih. Jika dilihat dari jumlah pastinya pasukan umat islam kalah besar. Tapi berbekal iman dan keyakinan akan pertolongan Allah, mereka terus semangat maju ke medan perang.
Dan sekarang, dua pasukan sudah saling berhadapan. Sesuai arahan Khalifah Umar, Sa'ad mengirim beberapa orang untuk menyeru Rustum, panglima tentara Persia agar beriman pada Allah SWT. Nyatanya, para utusan kembali dengan membawa penolakan dari Rustum. Artinya, pihak Persia lebih memilih berperang dari pada beriman.
Sa'ad pun menangis. Bukan karena rasa takut dan khawatir akan kekalahan. Tapi karena saat itu dirinya sedang diuji dengan rasa sakit di seluruh tubuhnya. Dalam kondisi payah seperti itu, jangankan untuk menunggang kuda, untuk duduk saja Sa'ad sudah merasa tersiksa.
Tapi bukan Sa’ad bin Abi Waqqash namanya jika menyerah pada sakit. Saat itu juga dia berdiri dan berpidato di hadapan pasukan Islam. Setelah menyampaikan pidato yang berhasil menaikkan semangat pasukan, Sa'ad melakukan shalat Zuhur berjama'ah.
Setelah selesai shalat, Sa'ad kembali berdiri menghadapi pasukannya. "Allahuu Akbar..., Allahu Akbar..., Allahuu Akbar... Allahu Akbar! Mari kita segera menuju pada keberkahan yang dijanjikan Allah!"
pertempuran di Qadisiyah hari itu terjadi dengan sengit. Pasukan Islam dengan semangat penuh menghadapi pasukan Persia yang matang dengan persiapan dan persenjataan. Sa'ad tidak menunjukkan rasa sakit yang dideritanya. Dia terus mengatur pergerakan pasukan dari tendanya. Dan atas izin Allah, pasukan umat Islam mendapat kemenangan.
Pasukan Persia yang terpecah belah melarikan diri, Sebagian menuju kota Madain. Sa'ad pun mengarah Kan pasukan ke Madain dan mempersiapkan pertempuran besar lainnya, Karena di Madain sisa-sisa pasukan Persia berkumpul dan jumlah mereka terus bertambah. Ada satu lagi ujian besar yang harus dihadapi Sa'ad dan pasukannya. Bukan rasa sakit, tapi sungai Tigris yangseolah menjadi benteng bagi pasukan Persia di Madain.
Apa yang dilakukan sa'ad? Apakah Sa'ad memilih menunggu di luar Madain atan menyeberangi sungai Tigris yang berarus kencang?
Sa'ad memilih untuk menyeberang. Maka, dia pun memerintahkan pasukannya untuk melakukan persiapan penyeberangan. Pertama memilih daerah sungai yang airnya termasuk dangkal. Yang kedua mengirim dua kompi pasukan sebagai pengaman di seberang sungai.
"Hasbunallah wa ni’mal wakil (Cukuplah Allah bagi kita dan Dia lah sebaik-baiknya penolong), ucapkanlah itu saat menyeberang," pesan Sa'ad menguatkan pasukannya.
Dan benar saja, pasukannya sukses menyeberangi sungai Tigris. Bahkan menurut ahli sejarah, itu disebut sebagai taktik yang cerdas dari seorang Sa'ad bin Abi Waqqash. Pasukan menyeberangi sungai dengan gagah berani bagai sedang berjalan di daratan. Mereka sampai ke seberang tanpa merasa kelelahan, subhanallah.
Setelah berhasil menundukkan kota Madain, istana Kisra pun berhasil dikuasai. Hal ini berarti kekuatan adi daya Persia berhasil ditumbangkan oleh umat Islam. Sa'ad pun ditunjuk oleh Khalifah Umar bin Khattab sebagai gubenur Irak. Sekali lagi, Sa'ad menunjukkan kecemerlangannya dengan berhasil membangun kota Kufah.
Sayang, ada juga orang-orang dari Irak yang tidak menyukainya. Mereka memfitnah dan mengaduKan Sa'ad pada Khalifah. Ketika mendengar tuduhan rakyat lrak, Sa'ad tidak marah, bahkan dia malah tertawa. Mau tahu kalian apa tuduhan yang diterima Sa'ad? Dia disebut tidak shalat dengan baik.
Ketika menjelaskan di hadapan Khalifah, Sa'ad hanya berujar, "Demi Allah, shalat yang aku lakukan seperti shalatnya Rasulullah. Memanjangkan dua rakaat pertama dan memendekkan dua rakaat terakhir.
Khalifah pun menerima semua itu sebagai ketidaksukaan dari segelintir rakyat lrak. Karena itulah, Khalifah kembali memberi mandat pada Sa'ad untuk memimpin Irak. Kali ini Sa'ad menolak perintah Khalifah. Bukan karena dia tidak taat, tapi karena dia tidak mau kembali pada kaum yang menuduhnya shalat dengan tidak baik. Sa'ad lebih memilih tinggal di Madinah dan diizinkan oleh Khalifah.
Sa'ad bin Abi Waqqash ra., dikarunia usia yang panjang. Beberapa riwayat menyebutnya sampai lebih dari 80 tahun. Sa'ad pun menyaksikan masa-masa perpecahan terjadi pada umat lslam. Sama seperti pendahulunya, Sa'ad memilih tidak berpihak karena tidak ingin menumpahkan darah sesama umat Islam.
Sa'ad berpulang Ke Rahmatullah dengan segala kebaikan dan kemuliaannya. Menjelang detik-detik terakhirnya di dunia, Sa'ad meminta kepada anaknya untuk mengeluarkan sebuah kain Iusuh. Kelak kain itulah yang ingin dipakainya sebagai kain kafan. “Kain ini kupakai saat menghadapi orang-orang musyrik di medan Badar. Kain ini sengaja kusimpan untuk hari ini."
Jasad pahlawan Qadisiyah ini akhirnya dimakamkan di Baqi. Berdekatan dengan rekan-rekannya seperjuangan dulu yang sudah mendahuluinya menghadap Allah SWT. Dan perlu diketahui, bahwa Sa'ad bin Abi Waqqash adalah orang yang meninggal terakhir dari kalangan Muhajirin.