Zaenal Mustofa : Pejuang Singaparna

Selamat Datang di Blog Materi IPA. Judul Postingan Kali ini tentang Zaenal Mustofa : Pejuang Singaparna. Semoga bermanfaat untuk dibaca.

Singaparna yang berada di kabupaten Jawa Barat, tidak hanya terkenal akan kerajinan tangannya. Di tanah bergunung-gunung berhawa sejuk itu pernah dilahirkan seorang lelaki gagah berani yang sangat berjasa bagi Indonesia. Namanya Zaenal Mustofa. Gelar yang disandangkan atas penguasaan ilmu keagamaannya yang sangat tinggi adalah Kyai. la pun pernah menunaikan rukun Islam kelima di tanah Suci Mekkah. Maka selengkapnya nama lelaki pemberani itu Kyai Haji Zaenal Mustofa.

Sejarah mencatat, nama asli Kyai Haji Zaenal Mustofa adalah Umri alias Hudaemi. la dilahirkan di Singaparna tahun 1899. Masa kecil dan remajanya dihabiskannya dari pesantren ke pesantren untuk belajar serla menimba ilmu agama dan juga ilmu kanuragan dari para ulama yang berdiam di Jawa Barat, la kemudian tumbuh menjadi sosok lelaki yang kharismatik, dihormati lagi disegani dengan ketinggian ilmu agama dan juga ilmu kanuragannya.

Zaenal Mustofa sangat prihatin dengan nasib bangsanya. Kecintaannya pada tanah airnya amatlah tinggi, memasuki segenap relung dan sendi tubuhnya. la sangat teguh memegang kebenaran ajaran agamanya : cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Penindasan dan penjajahan manusia atas manusia bertentangan dengan ajaran agama yang dianutnya. Karena sikap kukuhnya membuat Belanda menangkap dan kemudian memenjarakannya di penjara Sukamiskin, Bandung, tahun 1941.

Belanda yang telah kuat-kuat mencengkeramkan kuku penjajahannya di Indonesia mendadak harus angkat kaki karena tak mampu melawan keperkasaan pasukan Jepang. Gubernur Jenderal Carda van Starkenborgh dibawa Jepang menuju Formosa. Dengan cepat Jepang melebarkan cengkeramannya hingga ke pelosok-pelosok seperti yang diperbuat Belanda sebelumnya. Kedatangan mereka semula mendapat sambutan rakyat Indonesia karena mereka benar-benar 'saudara tua' Indonesia yang membebaskan tanah air tercinta dari penjajahan Belanda. Namun kemudian belang Jepang terbongkar, mereka tak beda dengan Belanda. Sama-sama penjajah.

Kesengsaraan dan penderitaan rakyat semakin menjadi-jadi setelah 'saudara tua' itu mulai menjajah bumi pertiwi. Sekolah-sekolah diberangus dan hanya disisakan amat sedikit sementara sebagian besarnya digunakan untuk tempat indoktrinasi bagi kepentingan bala tentara pasukan negeri matahari terbit itu. Kerakusan untuk menguasai kekayaan alam Indonesia dan kebiadaban perilaku tentara-tentara Jepang Juga telah melewati batas. Keparahan penderitaan akibat ratusan tahun dijajah Belanda serasa kalah dibandingkan apa yang diperbuat Jepang pada Indonesia dalam waktu singkat itu.

Zaenal Mustofa yang sudah memendam kemarahan sejak pemerintahan colonial Belanda tak lagi bisa membendung kegeramannya melihat kelakuan dan kesewenang-wenangan tentara-tentara penjajah itu. la lantas menggalang kekuatan barisan santri dan rakyat dengan membentuk Pasukan Tempur Sukamanah. la turun langsung untuk melatih dan memimpin pasukan 'lokal' itu dan mengadakan persiapan untuk melakukan perlawanan.

Sekalipun hanya perlawanan 'lokal'. Namun dampaknya sangat terasa di kubu pasukan Jepang. Kekuatan Pasukan Tempur Sukamanah dan strategi perang yang dijalankan Kyai Haji Zaenal Mustofa ternyata tidak bisa dipandang sebelah mata. Berulang-ulang mereka mampu menyergap dan menghancurkan pasukan Jepang yang sedang berpatroli di sekitar Tasikmalaya. Begitupun setelah Jepang mengerahkan pasukan dalam jumlah yang lebih besar, 'pasukan' anak buah Kyai Haji Zaenal Mustofa mampu pula menghancurkannya.

Merasa 'bingung' menghadapi kekuatan 'pakan Singaparna' itu, Jepang berinisiatif mengirimkan utusan untuk datang berunding. Kyai Haji Zaenal Mustofa menangkap gelagat yang tidak baik dengan 'strategi' perundingan seperti yang dahulu biasa dijalankan penjajah Belanda kepada pemimpin-pemimpin perjuangan tanah air. Perundingan biasa diterapkan penjajah kepada pemimpin pejuang. Sebisa mungkin penjajah akan membujuk agar pemimpin pejuang menghentikan pemberontakannya. Jika sang pemimpin tidak bersedia, dengan mudah mereka akan menangkapnya selagi berada dalam tempat atau wilayah yang sungguh-sungguh dikuasainya. Kyai Haji Zaenal Mustofa tidak mau tertipu dengan 'strategi' perundingan yang ditawarkan pasukan Jepang. Keputusannya untuk melawan keangkuhan dan kesewenang-wenangan pasukan Jepang tak lagi bisa dihentikan. la tidak bersedia berunding. Sebagai jawaban atas Keinginan berunding pihak Jepang, 'pasukan Singaparna' hanya menyisakan seorang utusan untuk kembali ke markasnya sementara semua sisanya tewas di tangan pejuang-pejuang Singaparna.

Seorang utusan yang tetap dibiarkan hidup membawa ultimatum "Singaparna" yang isinya tidak main-main: Jepang diminta mundur dan memberikan kemerdekaan Pulau Jawa. Batas ultimatum itu hingga tanggal 25 Februari 1944. Jika selepas tanggal yang telah ditentukan Jepang tidak bersedia mematuhi 'ultimatum Singaparna', maka Jepang akan diserang.

semula Jepang tidak terlalu menganggap 'gertak sambal' Kyai Haji Zaenal Mustofa. Mereka mengirimkan pasukan dalam jumlah yang tak seberapa besar untuk menjawab 'ultimatum Singaparna'. Kyai Haji Zaenal Mustofa yang merasa diremehkan dan seruannya tidak ditanggapi, menjadi marah. Semua anggota pasukan Jepang itu berhasil dilumpuhkan oleh 'pasukan' Singaparna.

Akhimya Jepang tak lagi 'main-main' dengan Kyai Haji Zaenal Mustofa beserta pasukannya. Jepang lantas mengerahkan pasukannya secara besar-besaran menuju daerah di sebelah barat Tasikmalaya itu. Pertempuran pun meletus dengan dahsyatnya. Para pejuang Singaparna di bawah pimpinan Kyai Haji Zaenal Mustofa berjihad mati-matian mengerahkan segenap daya dan kekuatan untuk menahan laju gempuran pasukan Jepang. Korban pun berjatuhan dari kedua belah pihak. Pasukan Jepang yang jauh lebih unggul dalam persenjataan, strategi perang maupun jumlah pasukan terus mendesak maju hingga akhirnya perlawanan rakyat Singaparna pun terpatahkan karenanya. Kyai Haji Zaenal Mustofa tertangkap dan kemudian dijatuhi hukuman mati pada tanggal 28 Maret 1945. Jasadnya dikuburkan di Ereveld Ancol, Jakarta, sebelum akhirnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Tasikmalaya pada tanggal 10 Januari 1974.


Kyai Haji Zaenal Mustofa telah berpulang ke Rahmatullah. Namun jasa dan pengabdiannya pada negeri tercinta tidak akan lekang dimakan jaman. Sebagai balas jasa atas pengorbanan dan perjuangan hebatnya, Pemerintah Indonesia mengangkat ulama Singaparna yang kharismatik itu menjadi Pahlawan Pergerakan Nasional pada tanggal 6 November 1972.