Chairil Anwar : Tokoh Penyair Angkatan 45

Selamat Datang di Blog Materi IPA. Judul Postingan Kali ini tentang Chairil Anwar : Tokoh Penyair Angkatan 45. Semoga bermanfaat untuk dibaca.
Sikapnya terlihat acuh tak acuh dan masa bodoh. Berpakaian lusuh dengan wajah nampak kusam. Gaya hidupnya tidak teratur dan tidak sudi diatur, Ia biasa ditemui tengah tertidur pulas tanpa alas di ujung gang dan tidak merasa bersalah waktu ‘mengambil’ buku dari toko buku karena ingin memilikinya. Namun di balik semua penampilan yang me­nunjukkan sifat kesenimanannya, jiwanya sangat patriotik dan juga religius, Ia pendobrak tatanan baku berpuisi dan bersikap masa bodoh ketika kalangan sastrawan Indonesia mengkritisi maupun juga memujinya, Ia laksana ‘binatang jalang’ yang bebas mengekspresikan jiwa keseniannya tanpa dikungkung oleh aturan dan juga pujian maupun celaan, ia memang fenomenal sekaligus kontrover­sial. la adalah Chairil Anwar.



Chairil Anwar dilahirkan tanggal 22 Juli 1922. Pendidik­an MULO - Meer Uitgebreid Lagerl Onderwijs-nya pun tak ia selesaikan.Namun ia mengua­sai bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman yang dipelajarinya secara otodidak.

Bekal bahasa asing­nya yang baik itulah yang membuatnya dapat mema­hami puisi-puisi buah karya para penyair asing, la menerjemahkan, menyadur dan juga menciptakan karya-karyanya yang khas yang mendobrak semua tatanan yang telah baku.

Menurut catatan, buah karya Chairil Anwar be­rupa 70 puisi asli, 10 puisi terjemahan, 4 puisi saduran dan 4 prosa terjemahan. Sekalipun - barangkali - tidak banyak karyanya, namun semua karyanya mencirikan kekuatan pendobrakannya pada tatanan yang telah baku itu. Karya-karyanya jauh berseberangan dengan pola keindahan sastra yang dihasilkan para Pujangga Baru, namun justru karena pemberontakannya itu ke­indahan karyanya malah menguat.

Sayang, umur penyair ‘urakan’ ini tidak lama. Gaya hidupnya yang ‘semau gue’ dengan bergaul erat dengan siapapun juga, termasuk para ‘wanita peng­hibur’, membuat Chairil Anwar juga ‘bergaul erat’ de­ngan penyakit, Ia meninggal dunia pada tahun 1949 dalam usia menjelang 27 tahun.

Setelah kematiannya, puisi-puisinya diterbitkan dalam buku kumpulan puisi bertajuk: Kerikil Tajam dan Yang Terempas, Deru Campur Debu, dan Tiga Menguak Takdir.

Ketika masih hidup, Chairil pernah berujar, jika ia berumur panjang maka ia akan jadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Namun jika pendek usianya, anak-anak akan berziarah di makamnya dan menabur bunga untuknya. Chairil memang benar, anak-anak Indonesia memang ‘berziarah dan menabur bunga untuknya’ melalui pembacaan puisi-puisi karyanya.