Totipotensi Sel sebagai Dasar Kultur Jaringan - Tuhan memberikan kelebihan pada manusia untuk berkreasi. Dengan pikirannya para
pakar dapat menemukan dan memanfaatkan kemampuan totipotensi. Pengetahuan
tentang jaringan tumbuhan dapat diaplikasikan untuk perbanyakan tanaman,
misalnya melalui setek dan cangkok. Lebih lanjutnya, pengetahuan tentang
jaringan tumbuhan ini dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman dengan teknik
kultur jaringan.
Sejarah perkembangan kultur jaringan dimulai pada 1898, ketika
seorang ahli fisiologi Jerman, G. Heberlant menyatakan bahwa sel memiliki
informasi genetik yang lengkap sehingga sel tersebut mampu tumbuh menjadi
individu baru. Kemampuan sel seperti tersebut dinamakan totipotensi. Oleh karena
itu, totipotensi dapat diartikan sebagai kemampuan satu sel tunggal untuk
membelah dan berdiferensiasi menjadi individu baru yang utuh.
Teori totipotensi dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan
oleh F. C. Steward pada 1969. Steward mencoba dengan mengambil sel empulur
wortel dan menumbuhkannya pada media yang sesuai. Hasilnya, sel-sel dari empulur
wortel tersebut dapat tumbuh menjadi tanaman wortel yang utuh.
Sel tumbuhan memiliki sifat totipotensi yang lebih besar
daripada hewan. Sel-sel yang berasal dari akar, batang, dan daun dapat
dikembangkan menjadi satu individu baru yang utuh. Akan tetapi, hal tersebut
tidak berlaku bagi hewan. Sel-sel hewan tidak dapat ditumbuhkan menjadi individu
baru. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ilmuwan akhirnya
mengetahui bahwa jaringan parenkim memiliki sifat totipotensi yang sangat baik.
Percobaan kultur jaringan yang dilakukan oleh F.C Steward |
Kultur jaringan merupakan proses yang sederhana. Pertama-tama,
suatu jaringan tumbuhan (eksplan) dimasukkan dan dipelihara dalam sebuah medium
dengan nutrisi yang sesuai. Kemudian, eksplan tersebut akan tumbuh dan
berkembang menjadi kalus. Kalus tersebut dipindahkan ke dalam medium
diferensiasi yang sesuai. Kalus akan membentuk tumbuhan kecil yang lengkap
(plantlet).