Plato, Pencetus Kepemerintahan Republik

Selamat Datang di Blog Materi IPA. Judul Postingan Kali ini tentang Plato, Pencetus Kepemerintahan Republik. Semoga bermanfaat untuk dibaca.
Tak pelak lagi, tokoh filsafat Yunani kuno, Plato, merupakan cikal bakal lahirnya para filsuf politik Barat sekaligus dedengkot pemikiran etika dan metafisika Yunani kuno. Pendapat-pendapatnya dalam bidang filsafat sudah terbaca secara luas selama lebih dari 2.300 tahun. 


Plato lahir sekitar tahun 428 SM. Ia berasal dari keluarga terkemuka yang turun-temurun memegang jabatan politik penting di Athena. Ayahnya bernama Ariston dan ibunya bernama Periktione. Setelah ayahnya meninggal, ibunya menikah lagi dengan Pyrilampes yang tak lain adalah adik kandung ayahnya. Pyrilampes adalah seorang politikus, sementara Plato sendiri banyak bergaul dengan para politikus Athena. Sehingga, tak heran jika pemikiran Plato banyak terpengaruh oleh Pyrilampes. Selain itu, pemikiran Plato juga banyak dipengaruhi oleh Kratylos, seorang filsuf yang meneruskan ajaran Heraclitus, yang berpendapat bahwa dunia ini senantiasa berubah-ubah.

Dari pergaulannya dengan para politikus, Plato akhirnya menelurkan sebuah pemikiran bahwa pemimpin sebuah negara haruslah seorang filsuf. Hal ini ia lontarkan karena kekecewaannya atas kepemimpinan para politikus yang ada saat itu, terutama terkait dengan kasus kematian gurunya, Socrates, melalui keputusan sebuah persidangan. Tatkala Socrates berumur tujuh puluh tahun, ia diseret ke pengadilan dengan tuduhan tak berdasar, yakni berbuat onar dan merusak akhlak generasi muda Athena. Ia kemudian dikutuk dan dijatuhi hukuman mati atas tuduhan itu. Pelaksanaan hukuman mati terhadap Socrates tersebut membuat Plato benci dengan pemerintahan demokratis.

Sepeninggal Socrates, Plato pergi dari Athena dan mengembara selama bertahun-tahun. Sekitar tahun 427 SM, ia kembali lagi ke Athena dan mendirikan sebuah akademi sebagai pusat penyelidikan ilmiah. Melalui akademi tersebut, ia berusaha merealisasikan cita-citanya, yaitu mencetak filsuf-filsuf yang siap menjadi pemimpin negara. Dan, inilah yang menjadi awal mula munculnya universitas-universitas yang ada saat ini. Plato terus mengepalai dan mengajar di akademi yang ia dirikan tersebut hingga akhir hayatnya, yaitu pada tahun 348 SM.

Dalam menelurkan karya-karya filsafatnya, Plato menggunakan metode dialog. Ia percaya bahwa filsafat akan lebih baik dan teruji jika dilakukan melalui dialog. Karena itu, banyak karyanya yang ia sampaikan secara lisan di akademinya. Namun demikian, di satu sisi, ia masih mempercayai beberapa mitos untuk mengemukakan dugaan-dugaan tentang hal-hal duniawi. Dan, tentu saja, pemikirannya banyak dipengaruhi oleh sang gutu, Socrates.

Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, ia pasti sanggup menatap ke dunia idea, sehingga kemudian memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya. Plato mengembangkan pendekatan yang bersifat rasional-deduktif, sebagaimana mudah dijumpai dalam matematika. Problem filsafat yang digarap oleh Plato adalah keter­lemparan jiwa manusia ke dalam penjara dunia indrawi, yaitu tubuh. Ini merupakan persoalan ada (being), mengada (menjadi, becoming).

Plato menulis tak kurang dari tiga puluh enam buku yang kebanyakan menyangkut masalah politik, etika, metafisika, dan teologi. Karya Plato yang paling terkenal tertulis dalam buku yang berjudul Republic. Buku tersebut berisi gagasan Plato tentang pemerintahan yang paling ideal. Menurut Plato, pemerintahan yang baik seharusnya dipegang oleh aristokrat, yaitu seorang pemimpin terbaik, terbijak, dan orang pilihan dari suatu negara. Selain itu, pemilihan pemimpin sebaiknya tidak melalui pemungutan suara, tetapi melalui proses keputusan bersama yang ditetapkan oleh guardian, yakni kumpulan para penguasa dan pemimpin masyarakat. Plato juga mengajarkan bahwa semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, seharusnya memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin. Dengan demikian, Plato adalah filsuf pertama yang mengusulkan persamaan kesempatan tanpa memandang jenis kelamin.

Demikianlah beberapa pemikiran Plato yang cukup fenomenal pada zamannya dan masih terkenal sekarang. Dengan pemikiran-pemikirannya itulah, Plato digambarkan sebagai orang paling bijak yang pernah dilahirkan sejak era Pythagoras dan sebelum Aristoteles dilahirkan. Setidaknya, itulah yang diyakini oleh orang-orang yang mengenal benar pemikiran Plato.