Jamaah haji Indonesia seringkali mendapat perlakuan tidak baik di Mekkah pada tahun 1920-an. Berdasarkan kenyataan tersebut ia diutus ke Mekkah untuk menyelesaikan masalah itu. Amanat dan peran yang disandangnya berhasil dengan baik ia tuntaskan hingga masalah yang tidak baik itu tidak lagi dialami jamaah haji Indonesia pada tahun-tahun berikutnya. Lelaki yang mampu menyelesaikan masalah haji itu adalah Kyai Haji Fahruddin.
Nama kecilnya adalah Muhammad Jazuli. la dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1890. Sejak kecil ia telah ditempa dalam masalah ilmu agama oleh Haji Hasyim, ayah kandungnya sendiri. Selanjutnya ia makin memperdalam ilmu agama dengan berguru kepada ulama-ulama terkenal di Jawa Tengah maupun Jawa Timur, la kemudian menuju Mekkah untuk menunaikan rukun Islam ke-5 sekaligus menambah ilmu agama di sana. Tercatat 8 tahun ia berada di Mekkah Al Mukarromah tersebut.
Sepulangnya ia dari Mekkah, Fahruddin muda bergabung dengan organisasi Boedi Oetomo (BU), kemudian memasuki Sarekat Islam (SI) dan kemudian Muhammadiyah. Di dalam organisasi yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan tersebut Fahruddin bertugas menjadi pembina kader-kader Muhammadiyah yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin guna melanjutkan syiar Islam di kemudian hari.
Fahruddin dikenal sebagai organisator ulung serta dikenal pula pintar berdiplomasi. Kelebihan-kelebihannya itu membuatnya mampu mengatasi masalah tidak menyenangkan yang kerap dialami jamaah haji asal Indonesia di Mekkah ketika itu. Karena masalah haji itu pulalah yang mendorongnya untuk mendirikan Badan Penolong Haji. Ketokohannya dalam Islam di Indonesia telah diakui berbagai kalangan dan itu membuatnya diutus ke Kairo, Mesir, sebagai wakil umat Islam Indonesia dalam Konferensi Islam.
K. H. Fahruddin dikenal sebagai pekerja keras. Menjelang Kongres Muhammadiyah tahun 1929 di Yogyakarta ia bekerja sangat keras hingga seolah-olah tidak memperhatikan kondisi kesehatannya sendiri, ia pun jatuh sakit. Pada tanggal 28 Februari 1929, K. H. Fahruddin kembali ke Rahmatullah dalam usia yang terhitung masih muda, 39 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Pekuncen, Yogyakarta. Pemerintah Indonesia mengangkat K. H. Fahruddin sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional pada tahun 1964.
Nama kecilnya adalah Muhammad Jazuli. la dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1890. Sejak kecil ia telah ditempa dalam masalah ilmu agama oleh Haji Hasyim, ayah kandungnya sendiri. Selanjutnya ia makin memperdalam ilmu agama dengan berguru kepada ulama-ulama terkenal di Jawa Tengah maupun Jawa Timur, la kemudian menuju Mekkah untuk menunaikan rukun Islam ke-5 sekaligus menambah ilmu agama di sana. Tercatat 8 tahun ia berada di Mekkah Al Mukarromah tersebut.
Sepulangnya ia dari Mekkah, Fahruddin muda bergabung dengan organisasi Boedi Oetomo (BU), kemudian memasuki Sarekat Islam (SI) dan kemudian Muhammadiyah. Di dalam organisasi yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan tersebut Fahruddin bertugas menjadi pembina kader-kader Muhammadiyah yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin guna melanjutkan syiar Islam di kemudian hari.
Fahruddin dikenal sebagai organisator ulung serta dikenal pula pintar berdiplomasi. Kelebihan-kelebihannya itu membuatnya mampu mengatasi masalah tidak menyenangkan yang kerap dialami jamaah haji asal Indonesia di Mekkah ketika itu. Karena masalah haji itu pulalah yang mendorongnya untuk mendirikan Badan Penolong Haji. Ketokohannya dalam Islam di Indonesia telah diakui berbagai kalangan dan itu membuatnya diutus ke Kairo, Mesir, sebagai wakil umat Islam Indonesia dalam Konferensi Islam.
K. H. Fahruddin dikenal sebagai pekerja keras. Menjelang Kongres Muhammadiyah tahun 1929 di Yogyakarta ia bekerja sangat keras hingga seolah-olah tidak memperhatikan kondisi kesehatannya sendiri, ia pun jatuh sakit. Pada tanggal 28 Februari 1929, K. H. Fahruddin kembali ke Rahmatullah dalam usia yang terhitung masih muda, 39 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Pekuncen, Yogyakarta. Pemerintah Indonesia mengangkat K. H. Fahruddin sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional pada tahun 1964.