Aprillyani Sofa Marwaningtyaz, Mengubah Limbah Randu Menjadi Biofungisida

Selamat Datang di Blog Materi IPA. Judul Postingan Kali ini tentang Aprillyani Sofa Marwaningtyaz, Mengubah Limbah Randu Menjadi Biofungisida. Semoga bermanfaat untuk dibaca.

Berawal dari keprihatinannya terhadap tanaman cabai petani yang terserang jamur, Aprillyani Sofa Marwaningtyaz, siswi SMA PGRI 2 Kayen Kabupaten Pati, Jawa Tengah, meiakukan penelitian tentang kulit kapuk randu yang diubah menjadi biofungisida.

Lewat penelitiannya tersebut, Aprillyani menorehkan prestasi dengan menyabet juara I dunia dalam bidang biologi molukuler di Mostra Internacional de Ciencia e Tecnologia (Mostratec) ke-28 yang digelar pada 20-25 Oktober 2013 di Brazil.

Hasil penelitian Aprillyani berhasil mengalahkan karya 500 peserta dari 40 negara besar di dunia, seperti Amerika Serikat, Belanda, Inggris, dan Rusia. Tak tanggung-tanggung, ia berhasil menyabet dua medali sekaligus, yakni Best Project dan juara 1 dari 13 kategori Biologia Celular e Molucular Micro Biologia.

Menurunnya produktivitas sejumlah tanaman karena diserang jamur berupa serbuk putih membuat Aprillyani prihatin, la lantas meneliti dan mendapati bahwa kulit kapuk randu ternyata bisa digunakan untuk menangkal jamur pada tanaman.

Wilayah Karaban, tempat asal Aprillyani, dikenal sebagai salah satu sentra kapuk randu terbesar di Indonesia. Tentunya limbah berupa kulit kapuk cukup banyak. Namun, limbah itu hanya dibuang atau digunakan untuk membakar genting dan batu bata.

Aprillyani pun melakukan serangkaian percobaan. Kulit kapuk randu itu dibakar, diambil abunya, lalu diambil ekstraknya. Lantas, ekstrak abu dicampur dengan sejumlah bahan lain. Setelah berbagai bahan tersebut siap, ia menguji efektivitas formula yang dibuatnya.

Pertama saya uji coba ke irisan tempe. Tempe jika dibiarkan akan dipenuhi jamur. Ternyata setelah saya beri formula itu, jamur tidak muncul, terangnya.

Karena belum yakin, Aprillyani lantas mengujicobakan penelitiannya ke sejumlah tanaman, seperti cabai. Ternyata hasilnya sama, jamur yang menyerang cabai juga tidak muncul.

"Kami prihatin cabai dari Indonesia sering ditolak di mancanegara karena masih mengandung pestisida kimia," ungkapnya. Selain itu, penggunaan pestisida kimia dapat memicu zat karsinogen yang bila menumpuk di dalam tubuh akan menimbulkan kanker.

Keunggulan lain biofungisida jenis ini adalah harganya yang relatif murah. "Satu karung abu sebagai bahan utamanya saja hanya 10 ribu rupiah," terangnya, yang dibenarkan pula oleh M. Rouf, guru pembimbingnya.

"Dari dua kilogram abu saja dapat menghasilkan setengah kilogram biofungisida yang bila disemprotkan cukup untuk seperempat hektar lahan pertanian dengan biaya pembuatan hanya berkisar 15 sampai 20 ribu rupiah," terangnya.

Biofungisida belum banyak terdapat di pasaran. Kalaupun ada, menurut Rouf, harganya berada di kisaran 60 ribu rupiah untuk lahan seluas seperempat hektar. "Jadi, biofungisida ini bisa menekan biaya pemberantasan hama hingga seperempat bagian," tambahnya.

Selain menjadi juara di Brazil, Aprillyani juga pernah meraih medali perak pada ajang International Young Inventors Projet Olympiad di Georgia, di bidang fisika melalui penelitian Efektivitas Penambahan Batu Kapur Giling pada Campuran Mortar.

Dengan prestasi yang diraihnya ini, Aprillyani berharap generasi muda Indonesia tidak minder dengan pemuda atau pemudi dari negara lain. Sebab, generasi muda Indonesia juga mampu berjaya di bidang ilmu pengetahuan.

"Dengan biofungisida ini, semestinya pengeluaran petani dalam menghilangkan jamur pada tanaman
bisa ditekan hingga seperempat dari harga umum di pasaran."