Salah satu tokoh kolonial Belanda yang terkenal dan berpengaruh adalah Snouck Hurgronje (1857-1936). Snouck merupakan penasihat pemerintah Hindia Belanda dalam masalah yang berkaitan dengan Islam dan kaum pribumi. Ia memiliki pengetahuan yang mendalam tentang Islam sampai ada yang memberinya gelar sebagai Syaikhul Islam Tanah Jawi. Tetapi banyak juga yang menganggap bahwa ia seorang orientalis yang pura-pura masuk Islam dan mempelajari perilaku orang-orang Islam untuk kepentingan Belanda. Bahkan menurut Van Koningsveld, keislaman Snouck Hurgronje hanyalah tipu muslihat.
*****
Nama lengkapnya adalah Christiaan Snouck Hurgronje, lahir pada 8 Februari 1857 di Oosterhout dan meninggal pada 26 Juni 1936 di Leiden. Dia lahir dari pasangan pendeta J.J. Snouck Hurgronje dan Anna Maria de Visser, putri dari pendeta Christiaan de Visser .
Snouck menyelesaikan pendidikan dasarnya di Oosterhout, kemudian melanjutkan ke Hogere Burgerschool (HBS) di Breda. Pada tahun 1874 dia masuk Fakultas Teologi di Universitas Leiden dan lulus menjadi Sarjana Muda pada 1878. Selesai mempelajari teologi, Snouck kemudian memasuki jurusan Sastra Arab di Universitas yang sama sampai lulus 24 November 1880. Dia meraih gelar doktor dalam bidang Sastra Semit dengan disertasi berjudul Het Mekkaansche feest (Perayaan Mekah).
Pada tahun 1884 Snouck pergi ke mekah untuk mempelajari kehidupan Islam disana terutama mempelajari pola pikir dan perilaku kaum ulama. Ia juga menyatakan masuk Islam dan memakai nama Abdul Ghaffar. Disana dia mengadakan hubungan langsung dengan ulama dan bergaul dengan para jemaah haji dari Hindia Belanda. Diantaranya Raden Abu Bakar Jayadiningrat dan Haji Hasan Mustapa, yang dari keduanya Snouck belajar bahasa Melayu. Snouck menetap di Mekah selama enam bulan dan kembali ke negaranya pada 1885.
Pada 1889 pemerintah Hindia Belanda mendatangkan Snouck ke Indonesia dan mengangkatnya menjadi penasihat untuk urusan pribumi. Tugasnya adalah melakukan penyelidikan dan memberikan nasihat kepada pemerintah mengenai urusan-urusan agama Islam. Nasehat-nasihatnya semasa kepegawaiannya kepada pemerintah Hindia Belanda pernah diterbitkan dengan judul Ambtelijke Adviezen van C. Snouck Hurgronje, 1889-1936.
Dalam urusannya menangani masalah Islam, Snouck mengkategorikannya menjadi tiga bagian. Pertama, dalam bidang ritual keagamaan atau ibadah. Dalam aspek ini Snouck menyatakan bahwa rakyat harus dibebaskan ntuk menjalankannya. Kedua, dalam bidang sosial kemasyarakatan seperti lembaga perkawinan, warisan, wakaf, dan hubungan-hubungan sosial lainnya pemerintah harus menghormati keberadaannya.
Ketiga, dalam bidang politik. Dalam masalah ini pemerintah tidak boleh memberikan toleransi dalam kegiatan apa pun yang dilakukan kaum Muslim yang dapat menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda. Snouck menekankan pentingnya Politik Asosiasi lewat jalur pendidikan model Barat untuk rakyat pribumi. Tujuannya agar kaum pribumi terasosiasi dengan budaya Barat sehingga berkurang cita-cita Pan Islamisme dan mempermudah penyebaran agama Kristen.
*****
Selama di Indonesia Snouck alias Abdul Ghaffar menikah dengan dua putri penghulu. Yang pertama bernama Sangkana, anak tunggal Penghulu Besar Ciamis Raden Haji Muhammad Ta’ib. Dari pernikahan ini lahir empat anak yaitu Ibrahim, Aminah, Salmah Emah, dan Oemar. Setelah istrinya meninggal Snouck menikah lagi dengan Siti Sadijah, putri penghulu Bandung Haji Muhammad Soe’eb atau kalipah Apo. Dari pernikahan yang kedua Snouck memiliki seorang anak bernama Joesoef.
Tanggal 12 Maret 1906 Snouck kembali ke Beland dan diangkat menjadi Guru Besar Bahasa dan Sastra Arab di Universitas Leiden. Dia juga mengajar para calon-calon Zending di Oestgeest.