RAF atau Rahmatullah Ading Affandie (1929-2008) merupakan seorang tokoh Jawa Barat. Ia adalah sastrawan Sunda, budayawan, juga pengamat sepakbola. Ia banyak melahirkan banyak karya baik novel sunda, carpon, maupun naskah drama. Salah satu garapannya yaitu sinetron Sunda Inohong di Bojong Rangkong pernah populer di TVRI Bandung.
RAF lahir di Banjarsari, Ciamis, 2 Oktober tahun 1929 (meski tentang hari kelahirannya, RAF sendiri masih menyangsikan), putra dari Bapak Udin Tampura dan Ibu Ratna Permana. Mengenai RAF memulai sekolah di HIS Pasundan Tasikmalaya. Pada zaman Jepang, RAF melanjutkan pendidikannya di pesantren, tepatnya di Pesantren Miftahul Huda Ciamis. Pada masa revolusi, RAF kemudian melanjutkan sekolah Pertanian di Tasikmalaya dan Sekolah Menengah Atas di Bandung. Jenjang pendidikan tingginya dilalui di Fakultas Hukum Universitas Indonesia sampai tingkat Sarjana Muda. Pada tahun 1963, RAF diangkat sebagai pegawai Perkebunan Negara IX sampai dengan pensiun dari PTP XII pada tahun 1983.
Sejak masih belum bisa membaca dia sering dibacakan oleh eyangnya, R. Hasan Nurwawi, karya-karya pengarang Sunda ternama seperti M.A. Salmun, Sacadibrata, Kadir Tisna Sujana, Syarif Amin, dan pengarang-pengarang lainnya. Minatnya terhadap kesusastraan juga tidak lepas dari pengaruh kakak ibunya yang mengasuh RAF sejak kecil, E. Soewitaatmadja. Diantara karangan RAF yang terkenal antara lain Nu Kaul Lagu Kaleon (1989), Bentang Lapang, serta Dongeng Enteng ti Pasantren (1961). Untuk buku Dongeng Enteng ti Pasantren RAF mendapat anugerah hadiah sastra LBSS pada tahun 1961. Berkaitan dengan banyaknya jasa yang dihasilkannya dalam mengembangkan Bahasa dan Sastra Sunda, pada tahun 1998 dianugerahi lagi hadiah Rancage dalam bidang jasa setelah pada tahun 1990 Ia dianugerahi hadiah Sastra Rancage untuk karyanya Nu Kaul Lagu Kaleon.
Selain menulis buku RAF juga produktif menulis naskah drama. Diantaranya drama Dakwaan dan Yaomal Qiyamah yang ditulis tahun 1950-an dan telah dipergelarkan puluhan kali. Selain itu RAF menulis skenario film, diantaranya Si Kabayan dan Ratu Ular yang ditayangkan oleh TVRI pusat. Sementara naskah serial Inohong di Bojong Rangkong yang ditayangkan di TVRI Bandung ditulis tidak kurang dari 110 judul.
Tahun 1963 RAF merintis kasidah modern yaitu Lingga Binangkit yang kemudian mengembangkan diri menjadi grup lainnya yaitu Patria. Lingga Binangkit merupakan lingkung seni yang memelopori pembaruan tidak saja di bidang seni tembang, tapi merambah ke seni kasidah. Dalam tembang Cianjuran, RAF menghadirkan konsep yang sama sekali baru. RAF menghadirkan konsep tembang berbasis puisi, padahal kala itu semua paguyuban tembang Cianjuran bersandar pada mamaos. Selain memajukan seni Cianjuran, terobosan penting Lingga Binangkit adalah penggunaan alat-alat musik barat seperti gitar dan keyboard dalam seni kasidah.
April 2005, RAF masih sempat menulis naskah gending yang dijudulinya Wiwitan Indit-inditan. Naskah ini dipentaskan pada perayaan 42 tahun Lingga Binangkit di Gedung Asia Africa Culture Center (gedung Majestic), di Jalan Braga Bandung.
RAF juga memiliki minat yang besar terhadap sepakbola. Sejak di HIS dia sudah pintar mengolah si kulit bundar dan sering dipinjam sekolah lain untuk memperkuat tim sepak bola sekolah tersebut. Ketika mengetahui RAF akan memperkuat tim sekolah tersebut, sekolah yang akan menjadi musuhnya banyak yang menolak bermain. Karena kepintarannya bermain bola, oleh masyarakat Tasik saat itu RAF dijuluki “Oyon van Gang Loji”. Oyon adalah salah seorang pemain PSTS (cikal bakal Persitas) yang sangat terkenal. Sedangkan Gang Loji adalah alamat rumah Emo Suwitaatmaja, bapak asuh RAF.
Antara tahun 1951-1954, RAF pernah menjadi komentator sepakbola di RRI Jakarta dan Bandung. RAF juga berjasa besar dalam mengembangkan pamor Persib. Tahun 1954-1955, RAF menjadi Ketua komisi teknik di Persib. Pemain Persib terkenal waktu itu yang pernah menjadi asuhannya diantaranya Rukman, Komar, Rukma dan Parhim.
Pengalaman hidupnya dia kisahkan dalam buku biografinya berjudul RAF Urang Banjarsari jadi Inohong di Bojongrangkong yang diterbitkan oleh Geger Sunten tahun 1998. Demikian pula perjalanan RAF menunaikan ibadah haji, dibukukan dengan judul Akina Puri ka Tanah Suci.
Sejak Juli 2007. RAF menderita kanker kelenjar dan sempat beberapa kali dirawat di RS Hasan Sadikin. Pada 6 Februaru 2008, RAF wafat di usia 79 di RS Advent Bandung. Ia meninggalkan seorang istri, Ineu Priatnakusumah (78) serta lima anak dan sembilan orang cucu.
Referensi:
http://www.sundanet.com/?p=196
http://yusranpare.wordpress.com/2008/02/07/pileuleuyan-pa-ading/