Daud Al-Anthaki, Peletak Studi Terapi

Selamat Datang di Blog Materi IPA. Judul Postingan Kali ini tentang Daud Al-Anthaki, Peletak Studi Terapi . Semoga bermanfaat untuk dibaca.

Nama lengkapnya adalah Daud bin Umar al-Darir al-Antarki dan lebih dikenal dengan sebutan Daud Al-Anthaki. Ia dilahirkan di daerah Antokia tanpa diketahui kapan tanggal pastinya. Tokoh yang sebagai tabib ahli fisioterapi ini juga adalah seorang ahli dalam meramu obat dan juga dalam kajian ilmu jiwa. Keahliannya inilah yang menyebabkan ia diberi gelar Thabib Hazhiq al-Wahid. Sejak kecil, ia memang sudah tertarik dengan bidang kedokteran. Kelebihan Daud al-Anthaki terletak pada studi terapi sebagai metode pengobatan. Ia mengidentifikasi jenis-jenis obat yang dapat dipakai untuk mengobati bermacam-macam penyakit. Untuk tujuan ini, ia lalu menulis sebuah buku yang sangat popu­lar berjudul Tazkirah Daud.

Karya utama al-Antaki yang dinilai sebagai buku pegangan (hand book) kedokteran yang dikupas secara mendalam adalah buku ber­judul Tadhkirat ulil al-Bab Wal Jami’lil ajab al-Ujab (terbit di Kairo pada 1308-1309 H/1890-1891 M). Buku tebal ini dianggap memiliki kualitas yang sejajar dengan karya-karya ilmuwan terkemuka lainnya. Buku tersebut juga menjadi simbol majunya perkembangan sains dan ilmu medis di dunia Islam pada abad keenam belas, masa-masa ketika perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa mulai bergerak ke arah yang baru.

Satu fakta yang tidak boleh dilupakan adalah beliau memperkenalkan sebuah model kartu identitas untuk mempermudah dalam melakukan pemeriksaan dan pengobatan, di mana kartu tersebut mencakup sepuluh komponen yang meliputi : nama, bahasa yang dipakai, kesehatan, penyakit, suhu badan, gejala yang dirasakan pada anggota-anggota tubuh, pengobatan sendiri, kegiatan yang dilakukan ketika sendirian atau sedang bersama orang lain, kemampuan serta solusi masalah yang diberikan. Setelah menyebutkan hal-hal di atas, al-Anthaki menyebutkan pula jadwal waktu untuk minum obat agar tidak menimbulkan kerusakan pada tubuh. Kemudian, ia juga menyebutkan mengenai cara dan tempat untuk menyimpan obat-obatan dan tempat- tempat untuk mendapatkannya. Hal ini menunjukkan bahwa al-Anthaki sudah begitu sangat cermat dalam upayanya menangani pasien, dimana prosedur medis yang ia jalankan juga disesuaikan dengan keadaan masyarakat saat itu.

Dalam banyak kesempatan, Daud al-Anthaki selalu menjelaskan mengenai pentingnya ilmu kedokteran. Ia menjelaskan bahwa ilmu kedokteran perlu mendapat penghormatan dan proporsi yang tepat. Agar memper­oleh hasil yang optimal, ilmu kedokteran harus diserahkan ke tangan orang-orang yang profesional. Ilmu kedokteran harus bersih dari tangan-tangan jahil dan dari mereka yang mempunyai sifat tercela. “Jangan sekali-kali membiarkan ilmu kedokteran jatuh ke tangan orang-orang miskin yang tidak bisa apa-apa sebab hal itu akan menyebabkan mereka mengerjakan sesuatu yang sesungguhnya tidak mereka kuasai”, begitu kata beliau.

Ia juga menerangkan tentang batasan-batasan ilmu kimia, astronomi, fiqh, tujuan dari masing-masing ilmu itu, serta kelebihan dan kekurangannya. Daud menyata­kan bahwa ketika ia tiba ke Mesir, ia melihat seorang ulama - yang menjadi panutan masyarakat dan menjadi tempat mengadu atas berbagai masalah keagamaan - malah pergi ke tempat salah seorang Yahudi untuk berobat. Sejak saat itu, Daud bertekad untuk mengem­bangkan ilmu kedokteran sebagaimana ilmu-ilmu lainnya. Hal ini tentunya sangat penting agar ilmu ini dapat dipelajari oleh orang-orang muslim sekaligus dapat digunakan untuk menolong mereka.

Tekadnya yang mengebu ini pun ia wujudkan dengan menulis banyak karya. Diantara karya-karya al-Anthaki, kitab yang paling terkenal adalah Kitab Buku yang juga dikenal dengan nama Tazkirah Daud ini memiliki ketebalan tujuh ratus halaman dengan lembaran-lembaran halaman yang besar. Buku ini kemudian diberi tambahan judul Tazkirah Ulil Alhab Ujjah. Karya ini merupakan salah satu warisan peradaban Arab Islam yang menjadi kebanggaan di perpustakaan Arab. Setelah lama mengembara di banyak kota, beliau kemudian pergi ke Makkah. Di kota suci inilah al-Antaki meninggal dunia pada tahun' 1008 H/1599 M setelah bermukim di sana selama sekitar satu tahun.