Indonesia telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia pada tanggal 17 September 1963. Sehari sebelumnya, Inggris telah membentuk negara Federasi Malaysia yang terdiri dari Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Serawak, Brunei dan Sabah. Pemerintah Indonesia menganggap pembentukan negara Federasi Malaysia tersebut adalah bentuk neokolonialisme Inggris. Indonesia merasa khawatir, pembentukan negara federasi tersebut akan dapat mengganggu jalannya revolusi di Indonesia.
Pada tanggal 3 Mei 1964, Presiden Sukarno menggelorakan Dwikora (Dwi Komando Rakyat) akibat konfrontasi yang terus memuncak antara Indonesia dan Malaysia. Isi Dwikora adalah Perhebat ketahanan Revolusi Indonesia dan Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, dan Brunei untuk memerdekakan diri dan menggagalkan negara boneka Malaysia.
Sekitar tiga bulan setelah Presiden Sukarno menggelorakan Dwikora, seorang anak muda memasuki dinas militer pada Korps Komando Angkatan Laut (KKO). la kemudian mendapat tugas yang sangat berat sebagai wujud nyata seruan Dwikora. Prajurit muda itu Harun bin Said namanya.
Harun bin Said alias Tohir lahir pada tanggal 14 April 1947 di kepulauan Bawean. Pendidikan terakhirnya adalah tamat SMA (Sekolah Menengah Atas) sebelum akhirnya memasuki dinas militer pada Korps Komando Angkatan Laut (KKO) pada bulan Juni 1964. Harun dinilai sebagai prajurit yang tegas, disiplin dan mampu mengemban tugas yang dipercayakan padanya. Beberapa bulan menjadi anggota KKO, 10 Maret 1965, Harun bin Said mendapat tugas rahasia yang sangat berat, menyusup ke Singapura dan membuat sabotase di sana. Bersama Usman bin Muhammad Ali dan Gani bin Arup, Harun bin Said menerima tugas itu dengan penuh tanggung jawab.
Sesuai dengan waktu yang ditentukan, Harun bin Said, Usman bin Muhammad Ali, dan Gani bin Arup berhasil menyusup masuk ke Singapura. Sasaran target sabotase, bangunan McDonald Singapura, berhasil mereka ledakkan. Mereka kemudian bergegas meninggalkan wilayah Singapura.
Singapura menjadi gempar. Pasukan khusus Singapura segera disebar mencari otak peledakan yang sangat mengguncangkan mereka itu. Pasukan khusus Australia diminta pula untuk turut serta mencari. Pasukan itu pula yang berhasil menangkap Harun bin Said dan Usman bin Muhammad Ali di pelabuhan Singapura setelah kapal boat yang ditumpangi kedua prajurit KKO itu rusak.
Seperti halnya Usman bin Muhammad Ali, Harun bin Said juga dipenjara. Setelah diajukan ke muka persidangan, hakim Singapura memutuskan Harun bin Said bersalah dan divonis hukuman mati.
Pemerintah Indonesia telah menempuh berbagai cara untuk membebaskan Harun bin Said, namun semua usaha itu gagal pada akhirnya. Keputusan hukuman mati pemerintah Singapura bagi Harun bin Said tetap harus dijalankan.
Riwayat hidup Harun bin Said berakhir di tiang gantungan dalam penjara Changi, Singapura, pada tanggal 17 Oktober 1968. Harun bin Said telah mempersembahkan jiwa dan raganya untuk tanah air tercintanya. Jenazah Harun bin Said kemudian dikembalikan ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pemerintah mengangkat Harun bin Said sebagai Pahlawan Kemerdekaan pada tanggal 17 Oktober 1968.