Zeno : Filsuf Dengan Paradoks Ketakterhinggaan

Selamat Datang di Blog Materi IPA. Judul Postingan Kali ini tentang Zeno : Filsuf Dengan Paradoks Ketakterhinggaan. Semoga bermanfaat untuk dibaca.

Zeno lahir di Elea sekitar tahun 490 SM, saat permulaan perang Persia - sebuah konflik besar antara Timur dan Barat. Ia adalah pengikut sekaligus murid setia Parmenides. Sebagaimana gurunya, ia pun memiliki peranan penting dalam politik di kota Elea. Sebenarnya, ia mengarang beberapa buku, namun semuanya sudah hilang. Menurut cerita Plato, buku Hobbes yang terkenal ditulis ketika masa mudanya. Dalam buku tersebut, ia membela ajaran Parmenides, dan sepertinya menentang kaum Pythagorean.

Sebelum Zeno mengemukakan paradoksnya, doktrin Pythagoras menjadi pusat filsafat Barat. Menurut Pythagoras, seluruh alam raya diatur oleh perbandingan dan bentuk, dan planet-planet bergerak di dalam ruangan berbentuk bola. Aristoteles dan para filsuf sesudahnya pun bersikeras bahwa tidak ada ketakterhinggaan yang melingkupi bola itu. Dengan mengadopsi pemikiran ini, Barat tidak memberi ruang sama sekali bagi ketak­terhinggaan. Namun, paradoks Zeno akhirnya berhasil mematahkannya.

Zeno memiliki sebuah paradoks, teka-teki yang tidak dapat dipecahkan oleh orang Yunani. Berikut adalah teka-tekinya: Achilles, sang pahlawan perang troya yang terkenal sangat gesit, tak akan pernah bisa menyusul kura-kura lamban yang melakukan start lebih dulu. Untuk memperjelas persoalan ini, mari kita gunakan angka-angka. Kita bayangkan Achilles berlari dengan kecepatan satu kaki per detik, sedangkan kura-kura berlari dengan kecepatan separuhnya (setengah kaki per detik). Kita bayangkan juga kura-kura mengambil start satu kaki lebih awal dari Achilles.

Achilles pun mulai berlari, dan dalam beberapa detik, ia telah sampai di tempat kura-kura sebelumnya. Namun, ketika Achilles mencapai titik tersebut, kura-kura yang juga berlari telah maju sejauh setengah kaki. Achilles pun berlari lebih cepat lagi, sehingga dalam waktu setengah detik, ia bisa berlari sejauh setengah kaki. Namun, sekali lagi, pada saat itu, kura-kura juga sudah bergerak ke depan sejauh seperempat kaki. Kemudian, dalam sekejap (seperempat detik), Achilles menempuh jarak tertentu. Tetapi, lagi-lagi si kura-kura telah maju seperdelapan kaki. Achilles terus berlari dan berlari, namun kura-kura selalu berada di depannya, tak peduli seberapa dekat jarak antara Achilles dan kura-kura.

Semua orang mengetahui bahwa di dunia nyata, Achilles pasti bisa berlari kencang melewati kura-kura. Tetapi, argumen yang dibuat oleh Zeno membuktikan bahwa Achilles tidak akan pernah bisa menyusul kura- kura. Para filsuf kala itu tidak ada yang bisa menyangkal paradoks Zeno ini. Kendati mereka mengetahui bahwa kesimpulan yang dibuat salah, namun mereka tidak bisa menemukan kesalahan dalam pembuktian matematis yang mereka buat. Deduksi logika mereka tidak mampu menghadapi argumen Zeno. Tampaknya, setiap langkah sudah benar, namun bagaimana mungkin kesimpulannya bisa salah?

Orang-orang Yunani dipusingkan oleh permasalahan tersebut. Tetapi, mereka akhirnya menemukan sumber permasalahannya, yakni ketakterhinggaan. Ketakterhinggaan inilah inti dari paradoks Zeno. Zeno mengambil gerakan yang berkesinambungan, kemudian membaginya menjadi langkah-langkah yang lebih kecil, yang tak terhingga. Karena langkahnya tak terhingga, orang-orang Yunani berasumsi bahwa adu lari tersebut tidak akan pernah selesai dalam waktu yang bisa ditentukan.