Muhammad Darwisj merasa gelisah. la melihat umat Islam di Indonesia berjalan mundur. Kunci pokok kemajuan, yakni pendidikan, dirasakannya sebagai masalah utama tidak majunya umat Islam di Indonesia. Bukan karena waktu itu tidak ada sekolah-sekolah umum (gubernemen) yang bisa dimasuki kaum muslimin Indonesia, melainkan adanya 'pantangan' di kalangan kaum muslimin sendiri untuk memasuki sekolah-sekolah umum tersebut. Kaum muslimin ketika itu seolah-olah hanya 'diwajibkan' menimba ilmu di pondok-pondok pesantren dan 'haram' hukumnya bersekolah di sekolah-sekolah umum. Jika kondisi ini dibiarkan terus berlarut-larut, niscaya umat Islam Indonesia akan semakin jauh tertinggal dalam ilmu-ilmu dunia. Sedangkan menuntut ilmu, termasuk ilmu dunia, sesungguhnya hukumnya wajib bagi setiap muslim.
Muhammad Darwisj merasa harus menjembatani dan menggabungkan dua masalah yang seolah-olah nampak berseberangan itu. la merasa harus berbuat sesuatu demi kemajuan umat Islam Indonesia. Pilihan periuangannya adalah mendirikan sebuah organisasi Islam modem di mana di dalamnya tercakup rencana pendirian sekolah-sekolah umum yang tetap berlandaskan dan bercirikan Islam sebagai salah satu langkah lanjutannya.
Itulah niat dan gagasan besar Muhammad Darwisj yang kelak dikenal orang dengan nama Kyai Haji
Ahmad Dahlan.
Ahmad Dahlan dilahirkan di kampung Kauman, Yogyakarta, pada tahun 1868. Muhammad Darwisj nama kecilnya. la adalah anak ke-4 ulama Yogyakarta, yang menjadi khatib Masjid Kasultanan Yogyakarta, Kyai Haji Abubakar. Sejak kecil ia telah dididik ilmu keagamaan oleh ayah kandungnya. Selain itu ia' juga - seperti halnya anak-anak islam lainnya ketika itu - menimba ilmu di pesantren-pesantren. la dikenal pandai dan menguasai berbagai disiplin llmu agama, seperti : qira'at, tafsir, tauhid, fikih, tasawuf, dan juga ilmu falak.
Pada tahun 1883, Ahmad Dahlan berangkat ke Mekkah Al Mukarromah untuk menunaikan rukun Islam ke-5 sekaligus memperdalam ilmu keagamaannya. Ketika itu ia masih berusia muda, 16 - 17 tahun. Selama lima tahun berada di kota kelahiran Nabi Muhammad SAW itu ia banyak mempelajari sikap dan pandangan tokoh-tokoh Islam modern, semisal : Ibnu Taimiyah, Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh dan juga murid Muhammad Abduh, Rasjid Ridla.
Ahmad Dahlan mengagumi pikiran dan pendapat mereka. la juga semakin yakin, gagasannya untuk memajukan kaum muslimin di tanah airnya, salah satunya melalui pendidikan, harus diwujudkannya. Berbekal ilmu-ilmu yang berhasil dipelajarinya, Ahmad Dahlan kembali ke tanah air.
Beberapa tahun kemudian, 1902, Ahmad Dahlan kembali lagi ke Tanah Suci, Mekkah Al Mukarromah. Perjumpaannya dengan tokoh pembaharu Islam yang pandangan dan pendapatnya telah dipelajari serta dikaguminya, Rasjid Ridla, makin menguatkan tekad Ahmad Dahlan untuk berbuat sesuatu demi kemajuan kaum muslimin Indonesia. Dengan tekad dan semangat itulah Ahmad Dahlan mewujudkan gagasannya yang sempat membuatnya gelisah dulu.
Tidak mudah ternyata jalan yang ditempuh Ahmad Dahlan. la harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan yang tidak menyukai dakwah, pemikiran dan gagasannya. Ahmad Dahlan yang terpengaruh oleh bacaan-bacaan dari Jam'iyat Khair (Kumpulan Kebajikan - suatu perkumpulan yang lahir di Jakarta pada tahun 1901) terutama mengenai aliran spirituil Wahabi sebagai azas pembaharuan Islam itu mengalami pertentangan dan permusuhan yang secara nyata ditujukan kepadanya. Berulang-ulang ia diteror dan diancam untuk dibunuh. la juga difitnah dan mendapat julukan Kyai Palsu. Tidak hanya ancaman serta gertak sambal belaka, teror dalam wujud nyata mulai merambah dan memasuki kehidupan pribadinya. Surau kecil yang dibangunnya dengan arah yang benar sesuai arah di mana Ka'bah berada sebagai kiblat, sedikit agak menyerong ke arah utara dan berbeda dengan kebanyakan masjid di Indonesia yang lurus ke arah barat, dibakar 'kekuatan' yang anti kepadanya.
Ahmad Dahlan menghadapi semua cobaan itu dengan tabah. Namun ia tetap melangkah maju. Selangkahpun ia tak surut mendapat tantangan, tekanan, hambatan dan rintangan yang bahkan mengancam keselamatan nyawanya itu.
Keinginan Ahmad Dahlan untuk mengajarkan pendidikan Islam modern mulai dirintisnya tahun 1911 di Yogyakarta. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah yang tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama saja, melainkan ilmu-ilmu umum seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Nama sekolah itu Muhammadiyah. Bangunan sekolahnya juga mirip dengan bangunan sekolah umum yang diadakan oleh pemerintah Kolonial Belanda, dan tidak mengambil surau atau langgar untuk tempat sekolah seperti yang dilakukan kebanyakan pendidikan keagamaan waktu itu.
Pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan, mendirikan Organisasi Muhammadiyah. Slogan yang diungkapkannya adalah Kembali kepada Al-Quran dan Al-Hadits. Melalui Organisasi yang didirikannya, Ahmad Dahlan mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali pada ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits, serta meninggalkan hal-hal yang tidak mempunyai sumber rujukan, baik di dalam Al-Quran maupun Al-Hadits. Organisasi Muhammadiyah yang bergerak dalam bidang agama dan pendidikan ini banyak mendirikan sekolah-sekolah, mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) hlngga perguruan tinggi, dan pada perkembangan selanjutnya organisasi ini juga banyak mendirikan lembaga-lembaga social seperti rumah sakit dan panti asuhan.
Kemajuan kaum wanita juga menjadi gagasan dan pemikiran Ahmad Dahlan. la menghendaki kaum wanita bisa maju seperti halnya kaum pria, Untuk itu ia mendirikan organisasi Aisyiyah pada tahun 1918. la juga membentuk kepanduan Hizbul Wathan (HW). Sekltar 5 tahun sesudah Aisyiyah berdiri, Ahmad Dahlan berpulang ke rahmatullah pada tanggal 23 Februari 1923. Jenazahnya dimakamkan di Yogyakarta.
Pemerintah Indonesia yang sangat menghargai Jerih payah dan usaha keras Kyai Haji Ahmad Dahlan mengangkat ulama dari Kauman Yogyakarta itu menjadi pahlawan Pergerakan Nasional pada tahun 1961.