Wilfridus Joseph Sabarija Poerwadarminta (5 November 1904-28 November 1968) dikenal luas sebagai leksikograf atau penyusun kamus. Ia membuat Kamus Umum Bahasa Indonesia yang masih dijadikan bahan rujukan sampai sekarang. Oleh Prof Dr Piet Josephus Zoetmulder, seorang pakar sastra Jawa Kuno dan penulis Old Javanese-English Dictionary, Poerdawarminta pernah disebut sebagai leksikograf terbaik di Indonesia.
Setelah tamat dari Normaalschool, sekolah guru berpengantar bahasa Jawa di Ambarawa, pada 1923 ia diangkat jadi guru di suatu sekolah dasar di Yogyakarta. Sebagai guru lulusan normalschool gajinya jauh lebih kecil dibanding guru lulusan Kweekschool, sekolah guru juga tetapi berbahasa pengantar bahasa Belanda. Karena itu, ia sering jadi bahan ejekan para siswi sekolah guru yang menyebut lulusan normaalschool "sego abang" (nasi merah) sedangkan lulusan kweekschool "sego putih" (nasi putih). Ejekan itu yang memacunya untuk mempelajari bahasa-bahasa asing, terutama bahasa Belanda.
Maka ia mengkuti kursus-kursus seperti Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, Bahasa Perancis, Bahasa Jerman. Ia juga belajar Filsafat sekaligus memperdalam Bahasa Belanda dibawah asuhan Pater J. Van Rijkckevorsel S.J. dan belajar Sastra Jawa Kuna dibawah asuhan Pater L.C. Kock S.J. Selain itu beliau juga belajar bahasa Sansekerta dan bahasa Melayu.
Tahun 1930, terbit Kamus Bahasa Jawa (Bau Sastra Jawa) yang ia susun dibantu oleh rekan-rekannya C.S. Hardjosoedarmo dan J.Chr. Pujosudiro. Setelah itu berturut-turut disusun buku karangan tunggal W.J.S. Poerwadarminta antara lain Serat Mardi Kawi dan novel berjudul Pacoban. Ia masih sempat dalam kesibukannya sehari-hari mengajar bahasa di Sekolah Seminari Agung dan Sekolah Tionghoa ( Maleisch Chineesche School ) di Yogyakarta.
Tahun 1932 ada tawaran dari Pemerintah Jepang yang mencari tenaga pengajar bahasa Indonesia, atas dorongan dari teman-temannya dan seijin orang tuanya , maka berangkatlah ia bersama istrinya dan putrinya yang masih berumur 9 bulan ( C Soetantri ) ke negara Jepang sebagai duta bangsa, disana ia selalu menyatakan kepada orang-orang Jepang bahwa bangsa Indonesia memiliki bahasa Nasional yaitu Bahasa Indonesia. Di Jepang ia ditugaskan sebagai dosen di Guko Hugo Gakko, Tokyo dan di situ ia masih sempat mengikuti kuliah Kesusastraan Inggris dan di mengikuti kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Sophia.
Tahun 1937 W.J.S. Poerwadarminta kembali ke Indonesia, dan untuk sementara waktu ia tinggal di Yogyakarta, kemudian pergi ke Batavia untuk mencari pekerjaan dan diterima menjadi pegawai di Balai Pustaka. Pada tahun 1938 di Balai Pustaka ia bersama-sama dengan temannya menerbitkan majalah Kejawen “ ia sebagai pimpinan redaksi, hal ini mendapat dukungan dari tokoh-tokoh bahasa saat itu.
Tahun 1942 di masa pendudukan Jepang, ia dicari-cari oleh bala tentara Jepang karena ia dianggap bisa menjadi penterjemah bahasa Jepang, maka ia diangkat sebagai juru bahasa di kantor Kempetai. Dan ia diberi tugas untuk menyusun Kamus Bahasa Jepang dan buku-buku pelajaran bahasa Jepang, maka diterbitkanlah buku “ Poentjak Bahasa Nippon “ susunan W.J.S. Poerwadarminta. Meskipun dalam keadaan sibuk, ia masih sempat mengajar di sekolah-sekolah di Jakarta untuk bahasa Jepang dan mengajar di Sekolah Teknik di Bandung.
Tanggal 7 Maret 1946 dengan surat keputusan No 183/Bhg. Oemum, terbitlah surat keputusan Kepala Departemen Pengajaran dan Kebudayaan atas nama Presiden Republik Indonesia terhitung 28 Februari 1946 ia ditugaskan di Kantor Musium Jakarta, membantu Volkslectuur bagian Bibliotheek. Disamping tugas di kantor tersebut ia masih memberikan kuliah beberapa Perguruan Tinggi di Jakarta .
Tanggal 1 Juni 1949 berdasarkan surat keputusan No 50/P.K.F/L.B.K/U.P W.J.S. Poerwadarminta dianggkat sebagai pembantu dalam bidang Ilmu Pengetahuan, untuk sementara ditugaskan untuk bidang Kamus Melayu pada Lembaga Penyelidikan Bahasa dan Kebudayaan dari Fakultet Kesusastraan dan Filsafat dari Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia Serikat.
Tanggal 10 Januari 1953 berdasarkan surat keputusan No 1075/C.III, W.J.S. Poerwadarminta ditugaskan di Lembaga Bahasa dan Budaya Fakultas Sastra dan Filsafat Universitas Indonesia di Jakarta di Bagian Leksikografi, disitulah ia menyusun Kamus Umum Bahasa Indonesia ( KUBI ) dan diterbitkan pada tahun 1954. Dan Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta dijadikan sebagai kamus standar saat itu.
Dalam menyusun kamus, Poerwadarminta meletakkan dalil, "kalau sebuah kata telah dipergunakan oleh lima penulis pada lima tempat, maka kata itu adalah kata Indonesia". Ketika menyusun kamus Bahasa Indonesia ia menggunakan roman karya Sutan Takdir Alisjahbana, Layar Terkembang, terbitan Balai Poestaka 1936, sebagai bahan awal.
Setelah tamat dari Normaalschool, sekolah guru berpengantar bahasa Jawa di Ambarawa, pada 1923 ia diangkat jadi guru di suatu sekolah dasar di Yogyakarta. Sebagai guru lulusan normalschool gajinya jauh lebih kecil dibanding guru lulusan Kweekschool, sekolah guru juga tetapi berbahasa pengantar bahasa Belanda. Karena itu, ia sering jadi bahan ejekan para siswi sekolah guru yang menyebut lulusan normaalschool "sego abang" (nasi merah) sedangkan lulusan kweekschool "sego putih" (nasi putih). Ejekan itu yang memacunya untuk mempelajari bahasa-bahasa asing, terutama bahasa Belanda.
Maka ia mengkuti kursus-kursus seperti Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, Bahasa Perancis, Bahasa Jerman. Ia juga belajar Filsafat sekaligus memperdalam Bahasa Belanda dibawah asuhan Pater J. Van Rijkckevorsel S.J. dan belajar Sastra Jawa Kuna dibawah asuhan Pater L.C. Kock S.J. Selain itu beliau juga belajar bahasa Sansekerta dan bahasa Melayu.
Tahun 1930, terbit Kamus Bahasa Jawa (Bau Sastra Jawa) yang ia susun dibantu oleh rekan-rekannya C.S. Hardjosoedarmo dan J.Chr. Pujosudiro. Setelah itu berturut-turut disusun buku karangan tunggal W.J.S. Poerwadarminta antara lain Serat Mardi Kawi dan novel berjudul Pacoban. Ia masih sempat dalam kesibukannya sehari-hari mengajar bahasa di Sekolah Seminari Agung dan Sekolah Tionghoa ( Maleisch Chineesche School ) di Yogyakarta.
Tahun 1932 ada tawaran dari Pemerintah Jepang yang mencari tenaga pengajar bahasa Indonesia, atas dorongan dari teman-temannya dan seijin orang tuanya , maka berangkatlah ia bersama istrinya dan putrinya yang masih berumur 9 bulan ( C Soetantri ) ke negara Jepang sebagai duta bangsa, disana ia selalu menyatakan kepada orang-orang Jepang bahwa bangsa Indonesia memiliki bahasa Nasional yaitu Bahasa Indonesia. Di Jepang ia ditugaskan sebagai dosen di Guko Hugo Gakko, Tokyo dan di situ ia masih sempat mengikuti kuliah Kesusastraan Inggris dan di mengikuti kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Sophia.
Tahun 1937 W.J.S. Poerwadarminta kembali ke Indonesia, dan untuk sementara waktu ia tinggal di Yogyakarta, kemudian pergi ke Batavia untuk mencari pekerjaan dan diterima menjadi pegawai di Balai Pustaka. Pada tahun 1938 di Balai Pustaka ia bersama-sama dengan temannya menerbitkan majalah Kejawen “ ia sebagai pimpinan redaksi, hal ini mendapat dukungan dari tokoh-tokoh bahasa saat itu.
Tahun 1942 di masa pendudukan Jepang, ia dicari-cari oleh bala tentara Jepang karena ia dianggap bisa menjadi penterjemah bahasa Jepang, maka ia diangkat sebagai juru bahasa di kantor Kempetai. Dan ia diberi tugas untuk menyusun Kamus Bahasa Jepang dan buku-buku pelajaran bahasa Jepang, maka diterbitkanlah buku “ Poentjak Bahasa Nippon “ susunan W.J.S. Poerwadarminta. Meskipun dalam keadaan sibuk, ia masih sempat mengajar di sekolah-sekolah di Jakarta untuk bahasa Jepang dan mengajar di Sekolah Teknik di Bandung.
Tanggal 7 Maret 1946 dengan surat keputusan No 183/Bhg. Oemum, terbitlah surat keputusan Kepala Departemen Pengajaran dan Kebudayaan atas nama Presiden Republik Indonesia terhitung 28 Februari 1946 ia ditugaskan di Kantor Musium Jakarta, membantu Volkslectuur bagian Bibliotheek. Disamping tugas di kantor tersebut ia masih memberikan kuliah beberapa Perguruan Tinggi di Jakarta .
Tanggal 1 Juni 1949 berdasarkan surat keputusan No 50/P.K.F/L.B.K/U.P W.J.S. Poerwadarminta dianggkat sebagai pembantu dalam bidang Ilmu Pengetahuan, untuk sementara ditugaskan untuk bidang Kamus Melayu pada Lembaga Penyelidikan Bahasa dan Kebudayaan dari Fakultet Kesusastraan dan Filsafat dari Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia Serikat.
Tanggal 10 Januari 1953 berdasarkan surat keputusan No 1075/C.III, W.J.S. Poerwadarminta ditugaskan di Lembaga Bahasa dan Budaya Fakultas Sastra dan Filsafat Universitas Indonesia di Jakarta di Bagian Leksikografi, disitulah ia menyusun Kamus Umum Bahasa Indonesia ( KUBI ) dan diterbitkan pada tahun 1954. Dan Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta dijadikan sebagai kamus standar saat itu.
Dalam menyusun kamus, Poerwadarminta meletakkan dalil, "kalau sebuah kata telah dipergunakan oleh lima penulis pada lima tempat, maka kata itu adalah kata Indonesia". Ketika menyusun kamus Bahasa Indonesia ia menggunakan roman karya Sutan Takdir Alisjahbana, Layar Terkembang, terbitan Balai Poestaka 1936, sebagai bahan awal.